Tanya Jawab Montessori (Part 1)



Annyeonghaseyo

Sebenarnya mau ngepost materi tentang Montessori sampai tuntas dulu, baru ngepost artikel tanya jawab. Tapi ternyata rangkuman sesi tanya jawab dengan Mba Nafila ini banyak buangett. jadilah saya pecah artikel tanya jawab menjadi dua bagian sesuai dengan pembagian artikel materi yang saya post di blog, biar nggak bosen juga ngebacanya. Buat yang sudah membaca artikel sebelumnya mengenai Dasar Montessori dan Filosofi Dasarnya, ini artikel tanya jawabnya saya rangkum per topik pertanyaan ya. Saya bagi menjadi Dasar Montessori dan Sensitive Period. Sesi tanya jawab cukup memberikan pencerahan terkait kegiatan Montessori yang bisa diaplikasikan nanti. 

Note :
P =  Penanya
N = Narasumber (Mba Nafila)
*beberapa susunan kata, pemakaian kata-kata saya ubah sedikit tanpa mengubah konten informasinya yaa.

DASAR MONTESSORI
P:   Bocah-bocah di rumah kan lagi periode 0-6 tahun. Bagaimana cara membuat mereka genius tanpa meninggalkan fitrahnya ala Montessori?
N:  Sebenarnya kalau dikembalikan ke prinsip dasar Montessori yang “follow the child”, kita tidak perlu berekspektasi untuk membuat anak genius. Karena dengan adanya ekspektasi menginginkan anak genius whatsoever, akan membuat orang tua terlalu fokus pada hasil alih-alih proses. Dalam Montessori, yang perlu disiapkan orang tua adalah mindset kita yang siap membersamai anak dalam proses. Nah proses dan aktivitas Montessori nanti amat sangat beragam, mulai dari membiasakan anak ke kegiatan harian sampai ke substansi sains.


P:   Beda antara Montessori dengan Reggio Emilia apa Mba? Terus plus minusnya apa? Apa yang bikin Mba Naf mantep menekuni Montessori dibandingkan Regio atau metode lainnya?
N:  Reggio Emilia dan Montessori secara garis besar mirip karena RE dikembangkan dari Montessori. Beda signifikannya adalah RE amat sangat mengedepankan penggunaan apparatus yang murni dari alam sehingga aliran RE akan menolak penggunaan plastic dan bahan artifsial lain yang nggak alami J. Kenapa aku finally memilih Montessori, karena wujud cintanya ke anak paaaling berasa dan yang paling penting bikin aku belajar bagaimana menghargai anak.


P:   Seharus apakah kita membelajari anak-anak dengan Montessori? Adakah result setelah anak belajar Montessori kemudian anak tersebut jadi seperti bagaimana?
N:   Untuk ukuran seharus apa sebenarnya fleksibel yah, kembali pada keyakinan masing-masing orang tua. Hehehe. Karena Montessori itu long way to go. Ketika mencoba praktek beberapa games tanpa orang tua belajar meresapi filosofinya rasanya akan less effect ke kepribadian anak. Seperti kita misalnya menyekolahkan anak di sekolah Montessori, tapi waktu di rumah kita acuh apakah anak sudah seteratur ketika dia di sekolah atau belum. Output anak yang belajar Montessori dengan pendampingan yang benar adalah anak jadi percaya diri dengan kemampuan mereka, solutif, dan thinking out of the box. Setahu aku, pendiri Google adalah lulusan pendidikan Montessori.


P:   Prinsip dasar Motessori itu lebih banyak memberikan contoh dan harus konsisten. Bagaimana ketika kita hidup bersama orang banyak dan prinsip mereka berbeda dengan yang selama ini kita ajarkan kepada anak Mba? Apakah akan terjadi kebingungan pada anak?
N:   Iyap betul, pasti anak bingung. Kembali ke konsep dasar parenting Mba. Setiap pengasuh anak harus punya perspektif ajeg dan seragam dalam membesarkan anak. Perbedaan keyakinan dalam parenting akan membuat anak lebih memilih mana yang lebih mudah dan enak untuk mereka jalani.


P:   Naf… Montessori bisa dipakai untuk mengejar ketertinggalan kemampuan anak yang sudah melewati fasenya kah?
N:   Ini kemampuan menggunting bukan? Kalau anak udah 6 tahun ke atas, biasanya udah nggak ngefek-ngefek banget dikasih Metode Montessori Mba, karena dalam diri mereka sudah ada pola tersendiri. Kalau untuk kekurangan di motorik halus, kuncinya cuma latihan.
P:    Hehehe… Nggak hanya menggunting Naf, juga beberapa kemampuan motorik halus lain.
N:   Tenang, Bapak Aldy pun motorik halusnya masih kurang. Ditelateni mendampingi Mba, motorik halus kurang lebih soal latihan berulang deh.


P:    Mak Naf mau tanya. Maksudnya anak di atas 6 tahun nggak ngefek dikasih metode Montessori ini gimana Mak? Soalnya sepengetahuan aku, Montessori sampai highschool. Untuk tahap elementary 6-12 tahun, ada juga dengan metode Montessori tapi memang sudah mulai mengarahkan banyak konsep ke abstrak. Berubah dari sebelumnya yang lebih banyak dari konkrit
N:   Untuk anak usia 6 tahun ke atas, Montessori yang kepakai udah level advance ya Mba, bukan yang masih basic ala-ala EPL atau sensory lagi. Kalau konteks yang ditanyakan di pertanyaan sebelumnya adalah untuk latihan motorik halus, sementara Montessorinya anak usia 6 tahun ke atas udah masuk kegiatan lebih abstrak. Mbak mau menambahkan?
P:   Oh yaa. I see mak… Makasih. Nggak ada nambahin Mak. Hehehe… Cuma aku punya cerita, kebetulan temen aku yang ngajar di sekolah Montessori pernah punya murid yang belum bisa pegang pensil dengan benar di usia 7 tahun. Akhirnya, setiap hari anak itu cuma latihan nuang aja, wet pouring dan dry pouring. Selama 3 bulan setiap hari aktivitasnya sama seperti aktivitas anak 2 tahun. Jadi, mengulang masa-masa anak-anak yang lain sampai akhirnya bisa pegang pensil dengan benar dan tulisannya rapi.
P:    Keceee. Ini mentor aku kemarin juga menyarankan kalau anak yang pincer grispnya belum kuat harus kembali ke aktivitas menuang dan menjimpit J. Kalau masih di sekitar umur 6 tahun masih bisa tune-in sama kegiatan monoton begini ya Mba?
N:    Katanya, anaknya awalnya nggak mau Mba. Cuma diarahin kesana, variasi isinya sesuai yang dia mau. Akhirnya mau katanya
P:    Whaa ini cemerlang. Okee noted Mba. Diganti isinya yaah. Terima kasih ceritanya Mba


P:  Apa side effectnya overstimulation ke anak? Aku ngerasa banyak main-main yang overstimulation deh. Terus sejauh apa atau seperti apa batasan-batasan yang nggak overstimulation itu
N:   Mentor aku pernah menyampaikan bahwa over stimulasi pada anak juga nggak bagus karena anak nggak akan fokus pada apa yang menjadi topik utama penyampaian kita. Aku ambil contoh puzzle huruf yang banyak di pasaran yah. Tujuan kita membawakan puzzle huruf ke anak apa sih? Untuk mengenalkan huruf kan yaa. Tapi toh banyak kita temui puzzle dengan komponen berikut:
a.       Puzzle terlalu banyak warna
b.      Font huruf tidak homogen
c.       Banyak tambahan animasi
Mata anak menangkap banyak informasi dan ketidakberaturan sehingga over stimulasi. Jadinya, yang tadinya kita bermaksud mengenalkan huruf, anak malah terdistraksi dengan komponen lain. Sifat alat yang baik untuk pembelajaran adalah satu stimulasi dalam satu waktu.
P:    Efek buruknya apa ya Mba? Susah menangkap inti pembelajaran? Aku ngerti kalau nanti anak bisa stress. Tapi dia sih tampak enjoy-enjoy aja.. Kayak belajar puzzle bentuk gitu. Selain shape, juga ada sorting colour, bahkan sorting ukuran juga. Ngeri kalo bocah stress, terus kebotakan dini.
N:   Sepengetahuan aku anak jadi susah konsen dan istilah kekiniannya gagal fokus sih Mba. Tapi selama anaknya enjoy dan ternyata dia bisa menangkap inti yang disampaikan ya go ahead nggak apa-apa Mba. Kecuali dia menunjukkan tanda-tanda nggak nyambung dan gagal fokus maka saatnya mengganti amunisinya.


P:    Anak saya usia 1,5 tahun dia belum bisa bicara… Saya sudah coba stimulasi untuk membacakan cerita dengan smartcard. Apa ini sudah tepat Mba?
N:   Tergantung kasus, Mba. Aku nggak bisa bilang tepat atau nggak karena belum tahu prakteknya langsung. Yang aku pelajari, belajar bicara bagi anak adalah proses anak mengamati gerak bibir kita. Jadi mungkin ada yang perlu dikoreksi dari cara kita berbicara pada anak. Untuk smartcard sebetulnya nggak terlalu disarankan kalau dibandingkan dengan metode Montessori, karena biasanya di smartcard ada banyak stimulasi. Montessori menyarankan, untuk mainan atau alat edukasi yang kita pilih prinsipnya “satu stimulus dalam satu waktu”.  Sementara dengan smartcard, ada stimulan berupa warna, bentuk, huruf yang untuk beberapa anak malah bisa jadi membingungkan.


P:    Maaf ini pertanyaanku melenceng nggak yah. Begini mba... Bagaimana kontrol diri kita terhadap anak yang belum mau menyapih mengingat prinsip dasar Montessori yang follow the child. Usia anak saya 2 tahun 3 bulan
N:   Hehehe… Sebenarnya ini masuknya ke WWL yah, bukan Montessori. Sepengalaman aku yang kemarin juga WWL, memang ikuti saja anaknya masih menyusui karena mereka butuh kenyamanan dan kedekatan lebih lama. WWL somehow adalah ekstensi kedekatan kita dengan anak, jadi yang perlu kita lakukan adalah menikmati prosesnya sambil terus sounding ke anak kenapa mereka perlu disapih.


P:    Aku mengikuti maunya anak-anak apa dan kadang aku ngerasa nggak berarah, karena anak-anak kan berubah-ubah interest-nya. Bagaimana ya Mba
N:   Nah, biar merasa lebih terarah, bisa diakali di rumah dengan menyediakan kurikulum Montessori. Nanti kita sediakan alat-alat belajar yang mencakup lima area belajar Montesorri. 




P:    Ada masukan/tips biar kita emak-emak bisa tetep sabar membersamai si anak pas penerapan Montessori di rumah ketika si anak mulai jenuh dan rewel? Agar suasana selalu bisa kondusif
N:   Nah ini.. The reason why I learn Montessori, karena aku pun bukan orang yang sabaran. Sebenarnya orang tua tidak perlu harus selalu sabar seperti Dewi. Yang perlu diniatkan di awal adalah kontrol diri. Ketika anak sudah melempar tanda jenuh, cukup langsung kita akhiri sesinya sambil menawarkan lagi untuk diulang di lain waktu. Belajar filosofi dasar Montessori lah yang sebenarnya akan membuat kita jauh lebih menanamkan kontrol atas diri sendiri, karena filosofi Montessori itu sebenarnya sangat mencintai anak.



P:    Anak saya usia 3 tahun 2 bulan, termasuk tipe yang cepat banget dalam meniru apapun yang ia lihat dan dengar, meskipun itu hanya satu atau dua kali dia pasti akan menirunya. Bagaimana ya Mba caranya untuk menerapkan Montessori yang tepat dalam kegiatanku agar dia bisa menirunya dengan lebih terarah?
N:   Alhamdulillah kalau cepat meniru ya Mba, sudah bagus tinggal dipotimalkan aja nanti lewat aktivitas Montessori hariannya. Metode yang tepat adalah aktivitas yang dilakukan secara konsisten dan kontinyu. Sederhana saja Mba.


SENSITIVE PERIOD
P:    Pada materi Sensitive Period disebutkan bahwa anak yang cacat karakter pada tahap awal bisa berpengaruh ke tahap berikutnya. Ciri anak yang cacat karakter seperti apa ya?
N:   Cacat karakter yang dimaskud di sini adalah kebutuhan jiwa anak yang tidak terpenuhi dan terjadi secara berulang. Misalnya anak lapar tapi selalu lambat untuk direspon oleh pengasuh, maka anak akan kehilangan rasa percaya dengan dunia luar sehingga berpengaruh pada mental dan kepercayaan diri anak. Beberapa kasus kekerasan verbal dan fisik juga akan berpengaruh pada cacat karakter anak.
P:    Ada ciri umumnya nggak Mba? Misal perkembangan terhambat atau anak menarik diri atau apa gitu?
N:  Bisa dilihat dari output sifat negatif pada anak Mba. Ada anak yang nggak terlalu suka bersosialisasi, minderan, atau bahkan terlalu agresif.
P:    Pemalu dengan tidak suka bersosialisasi sama nggak ya? Anakku umur 21 bulan. Kalau ketemu orang baru dia nggak mau. Takut ruang tertutup macam lift, lorong hotel, dan ruang mesin ATM. Termasuk nggak sih? Suka khawatir sendiri. Apa ada yang salah dalam proses selama ini. Terus misal di tahapan awal ada yang salah, bisakah diperbaiki di tahapan berikutnya?
N:  Wah ini perlu observasi langsung ya Mba, kalau dari cerita sepotong rasanya aku nggak kompeten. Hihihihi. Bisa dibicarakan dengan dokter anak atau konsultan tumbu kembang yaa
P:    Oww… bisa dipantau dari screening tumbuh kembang ya Mba. Makasih. Hehehehe
N:    Ohya untuk anak yang sudah bisa diajak komunikasi efektif dua arah, bisa dicoba sebelum kita mengajak anak melakukan sesuatu yang sekiranya bikin dia nggak nyaman, kita dahului dengan sounding. Kita ceritakan terlebih dulu kita akan melakukan apa, apa yang akan terjadi sambil memberi pemahaman pada mereka kalau aktivitas ini aman. Suntikan semangat dari orang tua adalah faktor penting buat membangun kepercayaan diri anak.


P:    Bagaimana cara kita untuk masuk ke sensitive period? Agar anak itu menjadi genius, setidaknya cerdas bukan pintar.
N:   Untuk masuk ke sensitive period, anak akan punya ritmenya sendiri. Dalam Montessori, tidak ada istilah kita menggiring anak ke sensitive period mereka karena orang tua sifatnya mengikuti timing alami anak. Yang perlu dilakukan orang tua adalah menyediakan dan mengenalkan anak pada berbagai ragam stimulan. Ketika anak tiba-tiba kita rasakan lebih gandrung akan suatu hal, maka itulah saat Sensitive Period-nya. Dan saat itulah momen yang tepat untuk menambah stimulannya pada hal yang dia senangi.
P:    Contohnya lagi gandrung sama buku?? Atau misalnya lagi gandrung mewarnai?? Jadi kita giring terus ya??
N:   Betul. Kalau anak sudah tertarik sesuatu, keep them on track. Tawarkan variasi kegiatan atau bahkan menaikkan levelnya. Misalnya suka buku, awalnya buku dongeng pendek lalu lanjutkan dengan buku yang kontennya lebih variatif.


P:    Di bagian sensitive period itu kadang aku merasa secara tidak langsung anakku sudah belajar itu. Nah terus ketika mau diaplikasikan ke permainan yang terstruktur aku jadi bingung. Anakku nggak betah juga dengan mainan yang kupersiapkan. Dia kayak suka spontanitas gitu lho. Oiaa.. Anak seumur berapa bisa mulai sekolah di sekolah Montessori? Maksudku yang tepat waktu, bukan marketing minded
N:   Coba dicek lagi, mungkin kegiatan yang kita siapkan belum sesuai umur anak. Anak pasti sudah mulai menumbuhkan preferensi sendiri, tapi untuk usia 2-3 tahun kegiatan EPL dan sensory InsyaAllah suitable buat mereka. Untuk sekolah Montessori, karena EPL biasanya mulai dikenalkan di usia dua tahun jadi bagus masuk di usia dua tahun. Tapi menurut hematku, selama ada yang komitmen membersamai anak di rumah, masuk sekolah Montessori bisa dimulai pada usia TK.


P:   Menanggapi tentang sensitive period, anakku ini seneng banget sama yang namanya truk, dari buku, main lego, video favorit, sampai menggambar pun pasti tentang truk. Apakah ini bisa disebut dengan sensitive periodnya? Usia anakku 4 tahun 9 bulan
N:    Sensitive period sebenarnya juga ditandai dengan satu fase yang disebut Normalized. Ini adalah fase ketika anak bisa anteng dan melakukan apa yang dia sukai dengan tenang, berulang dan menikmati betul aktivitasnya. Bisa dilanjutkan kesukaan anak tentang truk dalam berbagai variasi. Tapi kembali ke kegiatan Montessori, anak harus melakukan eksplorasinya sendiri yaa. Kalau bisa pakai truk nyata sekalian J J


P:   Aku mau tanya… Anakku perempuan 3 tahun 7 bulan lagi gandrung sepertinya berbahasa inggris. Dia suka lihat video temannya yang sudah pandai berbahasa inggris. Apakah ini sudah termasuk ke sensitive period? Terus bagaimana seharusnya atau ada saran bagaimana saya selaku orang tua buat mengeksplorenya? Karena pernah saya sharing dengan beberapa teman katanya justru disuruh memantapkan kemampuan berbahasa ibu dulu si anaknya. Saya jadi bingung. Sayang kalau fase ini sampai terlewatkan
N:   Untuk konteks “suka lihat video teman” rasanya masih agak ambigu nih. Bisa jadi anak suka lihat videonya, bukan suka pada bahasanya. Untuk tesnya, bisa dicoba dulu dengan menghadirkan bahasa inggris dengan media lain misalkan rekaman tanpa visual atau buku berbahasa inggris yang kita bacakan face to face. Kalau memang fix anak menikmati belajar bahasanya, bisa dilanjutkan. Tapi memang beberapa pakar menyarankan agar anak belajar satu bahasa dulu sebelum menambah bahasa lain. Kalau Mba sebagai orang tua merasa bahwa dasar anak sudah cukup bagus dan anak bisa memahami beberapa pengenalan kosakata dalam bahasa inggris, silakan lanjutkan dan manfaatkan sensitive period-nya J


P:   Anakku peka banget sama benda kecil. Semut, jangkrik, kotoran, makanan burung yang kecil-kecil itu dia pungutin. Tapi pas diajak mainan, eh diberantakin dan jadilah mainan mode bebas.
N:    Ini udah muncul sih sensitivity to small order, tinggal nanti mungkin orang tua contohkan dulu cara bermain sebelum diberikan ke anak. Presentasi berulang kadang dibutuhkan anak agar dia paham lebih dulu apa yang bisa dia perbuat dengan material yang kita sediakan.


P:    Mbak Naf… Saya ingin bertanya. Anak saya 20 Desember nanti 3 tahun. Saya sering bermain dan belajar (menggunakan metode Montessori) dengannya setiap hari. Namun beberapa hari ini saat anak-anak (> 6 tahun) di sekitar rumah rIbut bermain, anak saya langsung keluar rumah dan melihat mereka walaupun itu dari jauh. Apakah ini sensitivity to social interestnya? Mengingat anak-anak di perumahan sudah sekolah semua. Bagaimana cara saya mengatasi sensitive periodenya ini? Apakah saya harus menyekolahkannya?
N   Alhamdulillah udah konsisten ya Montessori di rumahnya. Pada dasarnya semua manusia adalah zoon politicon yaah. Kita saling membutuhkan orang lain untuk interaksi positif. Bahkan dalam game daily seperti The Sims pun, karakter ada social needs yang harus difasilitasi (issh maaf dulunya aku suka gaming). Respon anak berupa atensi ke teman-temannya yang sedang bermain bersama bisa jadi adalah bentuk ketertarikannya pada manusia lain. Tapi, sekolah belum tentu solusi. Ada banyak “arena” lain untuk memfasilitasi anak bersosialisasi. Bisa dengan membawa anak ke TPQ, ke masjid, ke pengajian rutin, ke taman bermain, atau tempat lain dimana banyak orang berkumpul dan berkegiatan bersama Mbak. Kalo memang ada pertimbangan menunda sekolah, orang tua perlu menyiapkan opsi lain untuk ruang pergaulan anak yaa.

Comments

  1. Bisakah metode montessori di terapkan untuk anak SMA..?

    ReplyDelete
  2. Sepengetahuan saya ada Montessori High School
    Tetapi untuk penerapannya saya masih buta
    Saya baru belajar penerapan Montessori usia 0-6 tahun

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tanya jawab Montessori (Part 2)

Memulai Montessori… Mengenal Kurikulum Montessori…