Montessori, Apa dan Kenapa?
Montessori…
istilah apa pula ini. Mendengar kata Montessori yang terbersit di pikiran saya
adalah istilah sejarah Inggris abad-abad pertengahan gitu. Hahaha… Pernah
mendengar sekilas tetapi tidak pernah tahu kalau Montessori itu salah satu
konsep parenting. Berawal dari rasa penasaran dan masih buta ilmu parenting sambil
menunggu launchingnya buah hati tersayang, saya pun iseng-iseng mengikuti
sharing tentang Montessori ini di grup telegram. Karena ilmu perlu diikat tulisan, jadilah saya tulis ulang materi dan pembahasan yang disampaikan oleh Mbak Nafila di blog ini sajo.
Yuk kita simak materi yang
dijabarkan sama Mbak Nafila sebagai narasumber. Nantinya akan saya jabarkan
dalam beberapa artikel biar nggak pusing ngebacanya. Ada artikel khusus berisi
pertanyaan-pertanyaan yang beraneka rupa. Kumpulan pertanyaannya (*beserta jawaban
tentunya)
bisa menjadi bahan pembelajaran dan semakin memantapkan konsep Montessori. Saya
merasa lebih mudeng setelah membaca tanya jawab ibu-ibu kece dengan Mbak Nafila
terkait aplikasi Montessori dan permasalahan yang mereka hadapi.
Cusss..
langsung ke materi yaaa.. Enjoy it! Dikunyah pelan-pelan ajaa. Eh sambil diliat dulu informasi Narasumbernya yaaa sekalian kepoin kegiatan Montessori Mbak Nafila kepada anak perempunannya di instagram
Narasumber
:
Nafila
Rahmawati
IG
: @nafilandscape, @khayli_montessory
Sumber
Bacaan :
1. Modul Workshop Montessori At Home,
Rumah Aruna
2. The Absorbent Mind, Maria Montessori
3. Metode Pengajaran Montessori Tingkat
Dasar, David Gettman
Mendengar
kata Montessori, ada beberapa hal yang biasanya langsung terbersit di pemikiran
awam kita. Mahal? Atau permainan dan peralatan yang banyak?
Sejatinya
yang demikian hanya beberapa definisi prematur untuk Montessori.
Jujur
sebelum mengikuti workshop, saya juga sempat terjebak pada batasan definisi
sepihak seperti ini. Sempat mendengar satu tagline yang menyatakan bahwa
Montessori is a lifestyle. Lucu awalnya, benar nyatanya.
Montessori
adalah metode pengembangan kemampuan anak yang meliputi lima area kemahiran,
dengan memfokuskan pada kemandirian anak, sikap menghargai anak dan mempelajari
hal yang konkrit. Menerapkan Montessori pada kepribadian anak memerlukan
konsistensi dan kontinuitas, sehingga Montessori bukan sekedar games melainkan
cara kita untuk mengenalkan anak pada kehidupan. Dr. Maria Montessori awalnya
menerapkan metode Montessori untuk anak berkebutuhan khusus (sekitar abad 19).
Ternyata, metode ini pun aplikatif dan solutif untuk diterapkan hingga
sekarang. Mengapa Montessori yang ditemukan di era lama masih kompatibel dengan
kebutuhan anak-anak zaman now?
Terjadi
perubahan ritme dan percepatan kehidupan dari generasi pasca PD II ke generasi
Alpha. Kecenderungan manusia untuk mendatangkan perbaikan pada hidupnya secara
finansial, mengarah kepada pertumbuhan angkatan kerja sehingga banyak dari orang tua lebih fokus bekerja dan
menggunakan energi ‘sisa’ yang sekedarnya ketika membersamai anak.
Energi
sisa ini seringkali kita jumpai dalam bentuk orang tua yang memberikan stimulan
atau media edukasi instan sebagai kompensasi ketiadaan mereka mengejawantahkan
fungsi orang tua. Gadget, televisi, atau bahkan baby sitter yang selalu siap sedia melayani segala kebutuhan anak.
Sehingga anak tumbuh terakselerasi, namun masih berlubang kemampuan dasar
mereka sebagai pondasi pembelajaran lebih lanjut.
Kita
menyediakan fasilitas calistung, tetapi lupa mengenalkan asyiknya bekerja
dengan huruf dan angka tanpa rasa terpaksa. Kita memberikan banyak mainan atau
buku mahal, tapi lupa membekalkan olah motorik halus terlebih dahulu dan menyalahkan
anak-anak kita untuk mainan atau buku yang rusak. Dunia menginginkan kita
melakukan segalanya dengan cepat, dan kita merantaikan anak kita agar berlari
dengan kecepatan kita. Montessori membuat saya berkaca bahwa anak-anak berhak
untuk mendapatkan porsi kecepatannya sendiri.
Filosofi
dasar Montessori adalah penawar bagi ketergesaan kita sebagai orang tua yang
diburu ritme duniawi. Filosofi dasar tersebut diantaranya:
1. Absorbent Mind
Pikiran yang mudah menyerap adalah kekuatan utama anak-anak untuk
mempelajari informasi di sekeliling mereka. Otak manusia berkembang hingga 90%
pada umur 0-6 tahun. Pembelajaran yang muda
diserap anak adalah saat mereka dapat
mengeksplor dan mengalami sendiri dengan inderawi.
Pada masa ini, anak menyerap semua informasi dengan memprosesnya agar
bergabung secara terpadu. Namun mereka belum memiliki filter, sehingga belum
mampu membenahi dirinya sendiri. Jika kita sebagai orang tua tidak tercerahkan,
bisa jadi kitalah yang menjadi penghambat kemajuan anak.
Usia 0-3 tahun, anak akan mengalami periode Unconscious Mind. Anak memposisikan diri mereka sebagai pencipta
secara tak sadar, menirukan apa yang ia terima dan mereproduksi ulang dengan
tambahan citra dan metamorfosa karakter bawaannya.
Sementara pada usia 3-6 tahun, anak mengalami periode Conscious Mind. Mereka mulai mampu
memecahkan teka-teki lingkungannya secara sengaja dan sadar.
Contoh:
Usia 0-3 tahun, anak belajar mengkontruksi bahasa dan berbicara. Mereka
memproduksi kata-kata, menirukan apa yang dicontohkan.
Usia 3-6 tahun, anak belajar penyempurnaan konstruktif, menambah
pengayaan kata dan kalimat secara gramatikal.
Pengalaman selama Absorbent Mind
ini didapat bukan dari sekedar bermain atau serangkaian aktivitas acak, namun
merupakan kerja yang dilakukan dengan menggunakan benda yang memberi motif bagi
aktivitasnya.
Pada usia ini anak perlu menyentuh dan membawa semua jenis benda untuk
rangsangan yang berbeda. Yang dibutuhkan anak adalah pengalaman nyata dan ikut
serta dalam aktivitas yang berlangsung di sekelilingnya.
Ketika orang tua mencuci piring, ajak anak untuk melakukan hal yang sama
meskipun kadang membutuhkan waktu yang lebih lama. Tindakan meniru yang
dilakukan anak ditujukan untuk mempersiapkan dirinya sendiri sebagai bagian
dari dunia.
2. Sensitive Periods
Anak genius adalah anak yang mendapat stimulasi yang tepat dan
proporsional ketika memasuki sensitive periods-nya. Bukan berarti mereka
terlahir genius atau tidak henti dibombardir dengan latihan khusus.
Montessori membagi tahap perkembangan anak menjadi 0-6 tahun, 6-12
tahun, dan 12-18 tahun. Cacat karakter yang terbentuk pada tahap perkembangan
awal akan mempengaruhi perkembangan di tahap selanjutnya. Selama rentang waktu
ini, anak menyerap karakteristik tertentu dari lingkungan mereka.
Beberapa jenis sensitive periods :
a. Sensitivity to Order (0 – 3th)
Peka terhadap keteraturan adalah sifat alami anak yang perlu kita
tajamkan. Sejak lahir anak kita biasakan pada jadwal harian, seperti menyusu
dan makan. Kebutuhan anak atas pola/kebiasaan dan situasi yang familiar adalah
jembatan bagi anak untuk mengorganisasi dirinya.
b. Sensitivity to Refinement of The Senses
Peka terhadap pengasahan ketajaman indera diwujudkan lewat masa
eksplorasi menggunakan inderawi anak. Rasa ingin tahu mereka besar sehingga
butuh disalurkan lewat kegiatan sensory play. Pendekatan multi sensori dari
Montessori mencakup tahap sensori motor – pre operational – formal operational.
c. Sensitivity to Small Objects (1 – 2th)
Anak menaruh perhatian pada benda-benda kecil. Hal ini memperluas
kemampuannya untuk observasi dengan teliti. Jika tidak berkembang, maka anak
cenderung akan sulit untuk berkonsentrasi.
d. Sensitivity to Movement (1,5 – 4th)
Pada masa ini anak mempunyai keinginan untuk bebas dan tidak tergantung
pada orang dewasa. Ada impuls yang tidak bisa dilawan dalam upaya untuk
bergerak, berjalan untuk menyadari realita ruang. Jika terlalu banyak
resistensi pada masa ini karena rasa khawatir orang tua yang terlalu besar,
akan berimbas pada kurangnya rasa percaya diri pada anak.
e. Sensitivity to Language (3bln – 6th)
Pada fase ini anak mudah sekali meniru kata yang diucapkan pengasuh dan
sekitarnya. Jika periode ini tidak berkembang, maka anak akan menjadi kurang
sensitif pada suara dan kurang percaya diri.
f.
Sensitivity to Social Interest
Ada saatnya anak menikmati menjadi bagian dari suatu kelompok. Mereka
senang terlibat dan berinteraksi bersama. Jika fase ini tidak berkembang, ada
kemungkinan anak menjadi pribadi yang memendam rasa kesepian, suka mencari
perhatian hingga anti sosial.
3. Law of Development (Hukum perkembangan alami pada anak)
a.
The Law of Work
Bagi anak, bermain adalah bekerja sehingga secara alami mereka akan
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk bermain. Anak menyukai proses dalam
bekerja sehingga jika mereka sudah tune-in
dengan aktivitasnya, maka mereka akan masuk ke periode Normalized, yaitu fase
dimana anak menunjukkan kesenangan dan ketenangan setelah mereka memilih
aktivitas yang diinginkan
b.
The Law of Independence
Anak akan merasa dihargai ketika mereka diberi ruang untuk melakukan
aktivitas seperti yang kita kerjakan. Orang dewasa tidak perlu tergoda untuk
membantu atau membetulkan anak ketika mereka sedang berupaya dan sepatutnya
mereka bisa meskipun membutuhkan waktu yang lebih lama. Kita hanya perlu
memberikan contoh dan bimbingan serta memfasilitasi anak untuk mengembangkan
disiplin diri.
c. The Power of Attention
Ketika anak menemukan ketertarikan pada suatu aktivitas dan orang tua
berhasil memfasilitasi sensitive period-nya, maka anak akan menghadirkan
kemampuan konsentrasi tertinggi tanpa perlu kita suruh.
d. The Development of Will
Anak membutuhkan kebebasan terarah untuk mengembangkan keinginannya
e. The Development of Intelligence
Dalam mengembangkan kecerdasan anak, ada dua ciri yang harus
diperhatikan, yaitu: respon anak yang cepat terhadap stimulus dan keteraturan
anak dalam memberikan respon.
f. The Development of Imagination and
Creativity
Untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas anak, dibutuhkan
lingkungan yang mendukung dalam aspek: realitas, estetika, harmonis, dan
kebebasan.
g. The Development of Emotional and
Spritual Life
Di dalam kegiatan Montessori, ada konsep dasar yang dibangun seputar
interaksi sosial, rasa tanggung jawab, dan moral.
4. Prepared Environment
Lingkungan yang dipersiapkan adalah lingkungan tempat anak beraktivitas
sehari-hari untuk membangun kemandirian anak dan eksplorasi secara maksimal.
Ruang fisik Montessori memiliki unsur berikut :
-
Peralatan
yang menyesuaikan ukuran anak
-
Terdiri
dari benda nyata dalam kehidupan sehari-hari
-
Memberi
akses langsung pada anak
-
Menyediakan
stimulasi sensori
-
Menggunakan
alas kerja
-
Menggunakan
tray/kotak untuk presentasi
Sementara material Montessori disarankan
mengandung elemen berikut :
-
Konkrit
-
Terbuat
dari bahan natural
-
Mengeskplorasi
satu konsep dalam satu waktu
-
Materi
sebisa mungkin bersifat self connecting
sehingga anak bisa menemukan kesalahannya sendiri (control of error)
5. Directress
Istilah “guru” dalam pembelajaran konvensional dikonversi menjadi
“directress” di dalam Montessori dikarenakan sifatnya yang mengarah ke tugas
membimbing dan mengarahkan pembelajaran anak. Anak-anak di rumah atau murid di
sekolah Montessori bebas memilih aktivitas yang mereka inginkan. Directress
bertugas mengamati progress dan kekurangan anak, serta menyediakan mereka
variasi aktivitas sepanjang hari.
Guru Konvensional
-
Menjadi
pusat pengajaran dalam kelas
-
Memberikan
pelajaran dari abstrak lebih dulu
-
Memberikan
pembelajaran yang sama bagi semua anak di dalam kelas
Directress
Montessori
-
Menjadikan
anak sebagai pusat pembelajaran
-
Memberikan
pelajaran dari konkrit lebih dulu
-
Memfasilitasi
pembelajaran yang berbeda bagi tiap anak (individual learning)
6. Learning Areas
Terdapat lima area pembelajaran dalam Montessori yang bisa dilakukan
secara bertahap :
a. Exercise of Practical Life
Semua kegiatan dimana anak berlatih mempraktikkan kegiatan hidup
sehari-hari masuk dalam kategori EPL (termasuk kegiatan sederhana seperti menuang
air, menjimpit, meronce, membersihkan rumah hingga merawat diri).
Tujuan dari EPL adalah meluweskan motorik halus dan koordinasi anggota
badan dari anak, membiasakan mereka menjadi pribadi dan mampu mengurus diri
sendiri untuk menumbuhkan rasa percaya diri sehingga dalam EPL yang dibutuhkan
adalah konsistensi dan menjaga rutinitas.
b. Sensorial
Kegiatan sensorial mengedepankan pada eksplorasi kelima inderawi anak.
Orang tua menyediakan segala variasi bahan yang bisa dieksplor dengan aman oleh
anak lewat indera mereka sehingga terjadi pengayaan pengalaman dan bahkan hukum
sebab akibat yang terekam oleh anak. Ketika anak meraba, melihat, merasakan,
mendengarkan, dan mencicipi, ia membuat kategori di otak untuk setiap persepsi
sensorik baru.
c. Language
Pada area ini anak diperkenalkan pada stimulasi yang mendorong mereka
unruk memperkaya kosakata dan keterampilan berbicara.
d. Mathematics
Di area matematika, anak akan ditemani dengan apparatus yang memudahkan
mereka memvisualisasikan konsep matematika sebagai sesuatu yang konkrit sebelum
masuk ke sisi abstrak matematika.
e. Science and Cultural
Pada area ini anak akan dikenalkan dengan heterogenitas kehidupan.
Tujuan mulianya adalah untuk menanamkan pemahaman pada anak bahwa mereka
adalah bagian dari alam semesta sehingga
anak terstimulasi untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan menyelesaikan
masalah
7. 3PL (Three Period Lessons)
Metode ini digunakan dalam pembelajaran ala Montessori untuk memfokuskan
anak pada materi ketimbang panjangnya petunjuk aktivitas. Berikut tahapan 3PL
a. Periode 1 (Memperkenalkan/Memberi
Nama)
-
Sajikan
sebuah item pada alas kerja
-
Katakan
(misal), “Ini segitiga. Bisa sebutkan segitiga?”
-
Minta
anak menyebutkan kembali nama benda yang kita sebutkan
-
Lakukan
isolasi setelah memperkenalkan nama yang telah disebut
-
Minimal
dilakukan pada dua material, maksimal tiga material
b. Periode 2 (Asosiasi/Mengenali)
-
Sajikan
kembali semua material
-
Item
yang terkahir disajikan di Period 1 digilir menjadi item yang pertama disajikan
di Periode 2
-
Tanyakan
(misal), “Bisa tunjukkan segitiga? Bisa ambil dan taruh ke tangan Bunda mana
segitiga?”
-
Jika
anak belum bisa menunjuk dengan benar makan perlu kembali ke Periode 1
c. Periode 3 (Recall/Mengenali Kembali)
-
Sajikan
satu item, isolasi item yang lain
-
Item
yang terakhir disajikan di Periode 2 digilir menjadi item yang pertama
disajikan di Periode 3
-
Tanyakan,
“Ini apa?”
-
Jika
anak salah maka perlu kembali ke Periode 2 (non-critical
learning)
Absorbent
Mind dan Sensitive Period yang diperhatikan akan menjadi sarana mental bagi
anak untuk menunjukkan minat secara sadar. Anak akan merasakan dan menunjukkan
preferensi pada tipe rangsangan tertentu untuk mengasah dan memadukan kemampuan
dasar mereka.
Perlu
diingat banget konsep “follow the child” dan respect to the child”. Karena anak
adalah individu yang sudah punya otoritas dan kehendak sendiri. Apa yang
menurut kita stimulan terbaik, belum tentu sesuai dengan kebutuhan mereka pada
saat itu.
Udah
mulai kebayang nggak konsep Montesssori ini. Kalau saya pribadi semakin
tertarik dengan kegiatan Montessori karena setiap kegiatannya benar-benar
mengikuti kemauan dan perkembangan anak. Selain itu, dari sisi orang tua ada pembelajaran untuk
anak dari setiap kegiatan bermain yang kita berikan kepada mereka mulai dari peralatan,
jenis kegiatan, dan respon anak. Dalam
sesi tanya jawab juga dibahas tentang pemilihan mainan anak yang perlu
diperhatikan dimana seharusnya mainan atau alat edukasi mempunyai prinsip “satu
stimulus dalam satu waktu”. Keinget produk 3 in 1, 4 in 1 yang selalu menarik
perhatian saya karena satu produk bisa beraneka fungsi. Hal tersebut ternyata
tidak terlalu bagus digunakan untuk mengedukasi anak (*noted)
Kalo
yang masih mau belajar lebih lanjut tentang Montessori ini, akan dilanjutkan di
artikel selanjutnya yaa. Biar nggak pusing baca artikel yang terlalu panjang. Dua artikel selanjutnya akan membahas mengenai kurikulum Montessori dan prakteknya (*ini yang seru) dan rangkuman tanya jawab dengan Mbak Nafila sebagai Narasumber.
Happy Learning yaa
Wah ..sy jg ikut telegramnya mb nafila..tp ga sempet nulis lg di vlblog spt ini..hiks..
ReplyDeleteIni juga saya tulis ulang pas lagi senggang mbaa
DeleteSuka males manjat soalnya mbaa. Hehehe
salam kenal mbaa
Boleh ikut telegramnya kah?
ReplyDeleteSaya belum nemu invite linknya mbaa
Delete