Memulai Montessori… Mengenal Kurikulum Montessori…
Masih
penasaran kah dengan konsep Montessori. Artikel sebelumnya tentang penjelasan
umum Montessori dan filosofi dasar sudah dilahap habis kah? Sejujurnya lebih
seru membaca artikel tanya jawab karena kita bisa melihat langsung
praktek beberapa orang tua dan permasalahan yang kerap terjadi tapi kita tetap perlu membaca dasar kurikulum Montessori ini biar bisa mengeksplore kegiatan dan terarah saat berkegiatan bersama anak. Artikel kali
ini akan membahas lebih dalam mengenai Kurikulum Montessori sendiri (ada lima
item) beserta apparatus yang bisa digunakan di setiap kurikulum tersebut. Masih
dengan narasumber yang sama ya.
Narasumber
:
Nafila
Rahmawati
IG
: @nafilandscape, @khayli_montessory
Sumber
Bacaan :
1. Modul Workshop Montessori At Home,
Rumah Aruna
2. The Absorbent Mind, Maria Montessori
3. Metode Pengajaran Montessori Tingkat
Dasar, David Gettman
Silakan
langsung mencerna perlahan lanjutan materi Montessorinya yaa! Keep Learning!
Hal-hal
berikut ini yang perlu diperhatikan dalam memulai Montessori secara umum:
1. Perhatikan Kurikulum
· Exercise of Practical Life
· Sensorial
· Language
· Mathematics
· Science and Cultural
2. Aparatus (Peralatan)
· Memilih peralatan ditujukan agar
anak dapat memahami suatu konsep dan mengeksplorasi materinya dari peralatan
yang disediakan
· Peralatan sebaiknya memungkinkan
anak untuk menemukan kesalahannya sendiri tanpa bantuan orang dewasa
3. Alas Kegiatan
· Biasakan melakukan kegiatan
Montessori di meja kecil atau lantai menggunakan alas kerja
· Hal ini untuk menanamkan konsep
batasan pada area anak melakukan kegiatan
· Lengkapi dengan nampan, alas tahan
air, dan celemek
· Biasakan untuk merapikan alas
kegiatan setelah selesai berkegiatan
Untuk
kegiatan yang biasanya kita sediakan tetapi nggak terlalu membuat anak
tertarik, biasanya kegiatan tersebut ternyata belum sesuai dengan kemampuan
mereka. Misalnya kegiatan menuang air. Ternyata beberapa anak butuh melewati
fase menuang benda padat lebih dulu sebelum menuang benda cair. Jadi, ketika
anak dirasa nggak tune-in dengan
kegiatan yang kita sediakan, bisa dicoba dulu dengan “lowering the level” atau
kita ikuti mood anak untuk menyediakan kegiatan lain.
KURIKULUM MONTESSORI
A.
Exercice of Practical Life
Sepele. Itulah yang seringkali dirasakan oleh para pencicip Montessori
ketika pertama kali menjumpai kegiatan EPL. Saya pun demikian. Melihat buku
yang isinya kumpulan kegiatan menuang, memeras, dan meronce, terbit dalam hati
rasa “serius ini buku begini aja?”
Begitu dipraktekkan langsung dengan anak, buyar seketika. Tidak semudah
yang dibaca. Ada kalanya kegiatan yang kita siapkan tidak menarik minat anak.
Ada kalanya anak berminat tapi salah mengartikan ekspektasi orientasi kegiatan
dan mengacak-acak bahan. Lapangan selalu menyajikan banyak cobaan.
EPL atau area kemandirian anak, dikembangkan menjadi satu area
pembelajaran paling dasar dalam Montessori. Kenapa? Karena melalui EPL lah,
anak bisa mengatasi kebutuhannya sendiri, mengasah kekuatan dan koordinasi
anggota tubuh mereka sebelum digunakan untuk belajar materi tambahan lain. Kepercayaan
diri anak terbangun lewat praktik EPL yang berulang dan konsisten. Anak
menemukan ritme tubuhnya, menormalkan pacu ototnya untuk kegiatan yang
membutuhkan kontrol diri. EPL juga melatih fokus dan kesabaran anak sehingga
menjadi modal untuk maju ke area pembelajaran lain yang membutuhkan konsentrasi
lebih. EPL membangun konsentrasi, koordinasi gerakan anggota tubuh, kemandirian
serta keteraturan yang semuanya menjadi dasar untuk proses belajar.
Dua poin penting yang saya pelajari selama mempraktikkan EPL di rumah:
1. Tidak perlu berharap kesempurnaan
dari anak, karena tiap anak mempunyai ritme dan gaya belajar masing-masing.
2. EPL adalah limit kontrol diri yang
konkrit bagi orang tua yang membersamai anak.
Beberapa kegiatan sering dituang
dalam EPL, seperti menuang air dari teko ke gelas, menggunakan capitan untuk
memindahkan benda kecil, dan juga meronce. Kegiatan ini amat sederhana jika
kita bandingkan dengan stimulus dalam sensory
bin yang lebih membutuhkan effort dalam penyediaannya. Tapi ternyata,
manfaat dari kegiatan tersebut di atas amat fundamental dan mempengaruhi
kualitas kerja anak ke depannya. Montessori mengedepankan latihan “pincer grisp”
atau kekuatan jepitan jari dalam EPL. Hal ini karena jepitan jari inilah yang
nantinya akan sangat digunakan dan menjadi modal anak untuk belajar menulis
serta membantu anak dalam banyak kegiatan lain sehari-hari. Untuk mengawali
kegiatan, disarankan juga selalu memulai dari kiri ke kanan. Misalkan, kegiatan
mentransfer manik-manik dimulai dengan menyendok dari mangkuk di sebelah kiri
lalu dituang ke mangkuk sebelah kanan.
Ada empat area utama dalam EPL:
1. Care of Self (Merawat Diri Sendiri)
2. Care of The Environment (Menjaga
Lingkungan)
3. Development of Social Relations, The
Grace and Courtesy Exercise (Tata Krama)
4. Control of Movement (Kontrol
Gerakan)
Hal yang perlu disiapkan ketika
mempersiapkan EPL:
1. Adaptasi unsur/muatan lokal
2. Kelengkapan material dan cadangan
3. Diferensiasi material
4. Pemisahan area
EPL diperagakan kepada anak, bukan
dijelaskan. Usahakan agar yang menjadi fokus adalah kegiatannya, bukan gurunya.
Dalam memperagakan EPL, directress sebaiknya duduk di sisi tangan dominan anak.
Jika anak sering menggunakan tangan kanannya untuk beraktivitas, maka
directress sebaiknya duduk di samping kanan anak ketika melakukan presentasi.
Jika anak melempar isyarat “yes or no” untuk afirmasi salah atau betul atas
kegiatannya, directress cukup memberikan body language encouragement tanpa
komentar verbal.
Presentasi sangat penting untuk
dilakukan dengan tepat di depan anak, secara urut sesuai siklus kerjanya (mulai
dari menyiapkan alas kerja – mengambil alat – bermain dengan alat –
mengembalikan alat – merapikan alas kerja). Siklus kerja yang dipresentasikan
seperti ini akan menarik minat anak untuk memperhatikan dan mengobservasi
sehingga mengaktifkan minor neurons dan menyambungkan simpul saraf di dalam
otak. Seringnya anak melihat hal yang sama, akan menjadi memori jangka panjang
yang kemudian mengendap menjadi satu ketraturan dalam diri mereka.
Jangan lupa menyediakan alas kerja
untuk kegiatan EPL yang menggunakan material yang berpotensi tercecer,
berserakan, atau terdiri dari komponen kecil. Hal ini untuk mengingatkan anak
bahwa kebebasan mencoba permainan tetap memiliki batasan dan tanggung jawab
bagi anak.
Menyimpan apresiasi dan ucapan
terima kasih kita kepada anak karena telah berkenan mencoba dan berusaha, untuk
dilakukan di akhir sesi kegiatan. Agar kita tidak mendistraksi konsentrasi anak
dan menjadikan mereka terlalu cepat merasa puas.
EPL di rumah sebisa mungkin
dirancang untuk menyajikan pengalaman kehidupan nyata kepada anak dengan
materi/perkakas kerja sungguhan (bukan sekedar model mainan atau versi
plastik). Meskipun bukan mainan, sebaiknya materi ini disediakan dalam ukuran
kecil yang accessible bagi anak sehingga anak dapat menggunakannya kapanpun
mereka ingin.
Untuk setiap kegiatan EPL,
directress perlu menemukan metode paling efisien sekaligus efektif untuk
dipresentasikan pada anak tanpa banyak kata-kata. Cobalah mempraktekkan lebih
dulu satu kegiatan dengan sangat perlahan, cacah dalam gerakan sederhana dan
menuliskannya (seperti tahapan membuat resep makanan). Garis bawahi langkah yang
penting, tunjukkan masing-masing langkah dengan jelas pada anak dan beri
penekanan pada langkah yang penting. Jika anak telah memperhatikan presentasi
namun masih gagal mencapai tujuan ketika mencoba sendiri, koreksi kembali
presentasi kita. Kemungkinan ada langkah inti yang terlewatkan sehingga perlu
pengulangan presentasi dengan penekanan.
Beberapa contoh presentasi dalam
Montessori
Sebetulnya dasar kegiatan Montessori
adalah EPL tadi yang sering kepakai sehari-hari. Tetapi kalau di Montessori,
ada guidance untuk presentasi sehingga lebih terarah, adaptasinya di rumah ya
nanti kembali lagi sama value tiap rumah ya. Montessori juga mengembangkan
basic kegiatan EPL tadi ke area lain, menjadi pembelajaran bahasa, matematika,
dan seterusnya. The whole package,
jadinya Montessori mengenalkan cara belajar ke anak yang harusnya menyenangkan
dan konkrit (anak mengoptimalkan inderanya), alih-alih anak cuma diam dan
mendengarkan secara pasif.
B. Sensory Area
Pernahkah kita mengalami satu kondisi dimana anak-anak kita batasi
bermain?
Masa ketika anak kita mengeksplor ruangan, mendekati rak kaca berisikan
barang pecah belah di dalamnya, atau ketika mereka tertarik bermain dengan
timbunan pasir di halaman, atau ketika mereka mendekati Ayah mereka yang sedang
mengerjakan crafting dari kayu. Yang sebenarnya terjadi pada mereka adalah
ketertarikan ranah inderawi yang sedang membuncah dan siap untuk digunakan.
Lingkungan menyediakan banyak stimulasi bagi bayi dan anak-anak namun
kebanyakan dari kita membatasi izin kepada anak untuk sebatas mengeskplor sensasi
visual dan auditori saja.
Montessori memfasilitasi anak atas kebutuhan eksplorasi dunianya melalui
area sensory yang terarah. Berbeda dengan Sensory Play yang sifatnya messy
play. Area Sensory menghantarkan anak pada pengenalan kualitas yang terukur. Bukan
berarti Sensory Play tidak bagus untuk diperkenalkan kepada anak, hanya saja
dalam Sensory Play tidak selalu mengandung unsur Montessori yang diharapkan
terjadi dan dialami anak.
Tujuan dari menerapkan Area Sensory Montessori adalah untuk membantu
anak mengalami pengayaan kesan melalui empat cara:
1. Mengembangkan (develop)
Kegiatan anak dikembangkan dari sederhana ke level rumit melalui
tantangan bertahap. Contoh: pengenalan warna melalui tablet warna dan
menggunakan 3 Period Lessons.
2. Menata (Order)
Persepsi indera yang diproses anak diawali dengan berkenalan pada
kualitas suatu materi, dilanjutkan dengan menunjukkan rentang perbedaan dalam
satu kualitas tersebut. Contoh: permainan menggunakan Knobbed Sylinder
3. Memperluas (Broaden)
Pengalaman inderawi anak juga dibangunkan dengan cara menjelajahi
kegiatan yang jarang disentuh anak. Contoh: Mencicipi rasa cuka, membau aroma
rempah
4. Mengasah (Refine)
Anak akan dibiarkan untuk mengalami sendiri dan berkonsentrasi pada satu
kualitas tertentu secara terpisah dan jelas. Contoh: Stereognostic Bag, Baric
Tablet.
Bahan permainan dari Area Sensory Montessori pada umumnya didesain sesuai
sifat bawaan anak untuk tertarik pada hal-hal yang belum dimuati unsur
teknologi, karena anak dilahirkan sebagai pemain natural. Sifat bahan permainan
Area Sensory Montessori kurang lebih sebagai berikut:
1. Terbuat dari bahan yang secara alami
disukai anak. Contoh: kayu, biji-bijian, kapas, batu.
2. Terbuat dengan proporsi klasik dan
harmonis, dalam dimensi menarik, mudah diutak-atik dan dirancang pas untuk
tangan mungil anak. Contoh: Binomial Cube
3. Bahan inderawi memiliki penampilan
yang jelas dan sederhana, dengan lapisan alami warna enamel dan desain bentuk
mendasar. Contoh: Pink Tower, Brown Stairs
Perlengkapan dari aktivitas Sensory
menghasilkan satu kualitas tunggal untuk dipersepsi guna menghindari efek over
stimulasi pada anak yang belum pernah menemui materi sebelumnya. Kualitas
tersebut antara lain:
1. Indera visual/penglihatan. Contoh:
persepsi terhadap bentuk, ukuran, komposisi, pola, dan warna
2. Indera auditori/pendengaran. Contoh:
persepsi terhadap bunyi atau titi nada
3. Indera taktil/sentuhan. Contoh:
persepsi terhadap tekstur
4. Indera barik. Contoh: persepsi
terhadap berat
5. Indera termal. Contoh: persepsi
terhadap suhu atau daya serap panas
6. Indera pengecapan. Contoh: persepsi
terhadap rasa
7. Indera penciuman. Contoh: persepsi
terhadap bau dan wewangian
8. Indera Stereognosis. Contoh:
persepsi terhadap kesan taktil, otot, dan gerakan
Sebagaimana aktivitas Montessori
lainnya, kunci untuk membuat anak tertarik adalah dengan memberikan level
tantangan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak (bisa dikombinasikan
dengan ceklis milestone umut dalam KPSP). Untuk aktivitas Sensory maka
tantangan harus bersifat fisik dan mental. Aktivitas Sensory dalam Montessori
akan melibatkan kemampuan tubuh tertentu, sehingga kesulitan yang berkelanjutan
pada anak akan menandakan adanya keterbatasan pada anak yang sebelumnya belum
disadari, seperti gangguan pendengaran atau buta warna. Meskipun hal ini belum
pasti terjadi karena kebanyakan kasus biasanya anak yang belum mampu disebabkan
karena presentasi yang kurang baik, atau anak belum paham karena kegiatan belum
sesuai dengan usia perkembangannya. Menyajikan Area Sensory pada anak
membutuhkan presentasi menggunaka Three Period Lessons atau 3PL. Sebagai
catatan, jika anak melakukan kesalahan, jangan menunjukkan ekspresi kecewa atau
tidak setuju. Lanjutkan menanyakan nama untuk melihat jika kesalahan tadi
merupakan hasil keteledoran atau anak memang mengalami kebingungan. Jika yang
terjadi adalah kebingungan, maka masuklah kembali ke 3PL tahap kedua baru
cobalah mengulangi tahap ketiga.
Beberapa apparatus yang sering
digunakan dalam Area Sensory Montessori
1. Knobbed Cylinder
Membantu anak mengembangkan konsep diskriminasi visual, secara tak
langsung menyiapkan anak untuk aktivitas menulis dengan gerakan pincer grisp
pada pegangannya, menyiapkan anak pada area matematika dengan mengamati
perbedaan antar silinder.
2. Pink Tower
Membantu anak mengembangkan konsep perbedaan visual tiga dimensi,
koordinasi otot halus dan secara tak langsung menyiapkan anak pada materi
geometris dalam bentuk sudut, sisi, dan volume kubus.
3. Red Rods
Membantu mengembangkan konsep perbedaan visual pada satu dimensi,
koordinasi otot, dan persiapan pengenalan materi geometris, persiapan mengenal
angka lewat panjang tongkat yang berbeda.
4. Coloured Tablets
Membantu anak mengembangkan persepsi warna, corak, dan intensitasnya.
Secara tak langsung menyiapkan anak mempelajari teknik yang kelak digunakan
dalam seni visual.
5. Kubus Binomial dan Trinomial
Mengembangkan persepsi visual anak pada pola tiga dimensi. Secara tidak
langsung menyiapkan anak menghadapi matematika, khususnya aljabar
6. Dsb
C.
Language Area
Mengenalkan anak pada bahasa harus diartikan bahwa kita akan membawa
anak pada dunia literasi, bukan sekedar memampukannya menjadi mesin pembaca, membaca
tanpa mendalami betul artinya dan berkenan untuk mencari data pendukung
lainnya. Kemampuan literasi inilah yang mengalami pendangkalan dalam dunia
social media, banyak dari generasi orang tua kita atau bahkan kita yang
terburu-buru menyebar satu link atau artikel yang berisi hoax. Kemampuan
literasi berarti kemampuan untuk memahami dan menggunakan kata dalam bentuk
berbicara, menulis atau membaca. Sehingga literasi bukan sekedar mengajarkan
anak membaca atau cinta buku. Seorang anak tidak akan dikatakan berhasil
membaca sampai ia memahami ide atau maksud dari kata-kata tertulis. Kemampuan
literasi diperoleh secara nature (bawaan) lewat proses itimasi anak ketika
seorang dewasa berbicara, dan secara nurture (dipelajari) lewat kesadaran penuh
ketika anak belajar membaca dan menulis.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menilai kesiapan anak dalam
membaca dan menulis:
1. Anak telah mengenal bentuk huruf
2. Anak telah mengenal bunyi huruf
3. Kombinasi kekuatan motoric halus dan
kasar untuk memegang pensil
Lewat pendekatan Montessori, anak
dikenalkan pada kegiatan menulis terlebih dahulu baru membaca. Sehingga
siklusnya selalu tertib, konkrit ke abstrak. Kegiatan menulis adalah aktivitas
yang kita lakukan dalam kesadaran sehingga merangsang timbulnya stimulasi
visual dan berantai menjadi kegiatan
multi sensori. Ketika anak telah mengenal phonics atau bunyi huruf secara utuh,
anak akan merasakan fonem (satuan bunyi terkecil), ia kemudian mengkolerasikan
dalam bentuk abjad yang dapat disatukan menjadi kosakata, berlanjut ke tata
bahasa dan pemahaman menyeluruh.
Beberapa kegiatan pra literasi yang
diterapkan dalam lingkungan Montessori:
1. Menjalankan kegiatan dan praktek
area EPL dan Sensory terlebih dahulu
2. Mencocokkan gambar atau puzzle berhgambar
di area Cultural. Contoh: bentuk hewan
3. Pembiasaan dengan phonics melalui
phonics song
Berikut tahapan kegiatan Area Bahasa
dalam Montessori:
1. Melatih kemampuan memegang pensil.
Contoh: Menggunakan metal insets atau mengulang kegiatan EPL dan Sensory
2. Memperkenalkan phonics setiap huruf.
Contoh: Menggunakan sandpaper Letter huruf kecil, memvisualisasikan nama anak
dalam huruf-huruf dan menerapkan 3PL.
3. Mencocokkan objek dengan bunyi huruf
awal. Contoh: Bermain games, misalkan B untuk Bola dengan membawa benda dalam
wujud aslinya.
4. Memperkenalkan Large Moveable
Alphabet
Terdapat tiga tahapan pembelajaran
bahasa dalam Montessori yang digunakan:
1.
Pink Series
Membaca dengan menggunakan kata yang mengandung dua suku kata. Dua suku
kata dibagi menjadi:
-
1
huruf + 2 huruf, misal: api, ubi
-
1
huruf + 3 huruf, misal: ikan, ular
2.
Blue Series
Membaca dengan menggunakan kata yang mengandung tiga suku kata
Mengenalkan kata benda yang terdiri dari tiga suku kata tau lebih
Mengenalkan kata kerja intransitive (kata kerja yang tidak membutuhkan
objek), misal: ibu bekerja, aku berlari
3. Green Series
Membaca dengan kata-kata yang pengejaannya sulit (-ng, -ny)
Menggunakan kata kerja transitif (kata kerja yang membutuhkan objek)
sehingga mengandung awalan dan akhiran
Menggunakan kata ganti dan kata depan
Menyusun kalimat dengan pola Subjek + Predikat + Objek
Beberapa apparatus yang sering
digunakan dalam area Bahasa Montessori
1.
Sandpaper Letter
Membantu anak mengaitkan bunyi phonics dengan lambing tertulisnya
Kartu yang berisi vocal tunggal dicat warna biru, sementara kartu yang
berisi konsonan tunggal dicat warna merah, potongan huruf pada kerta amplas tidak
dicat.
2.
Metal Insets
Membantu anak menguasai penggunaan alat tulis, meliputi penekanan atau
sentuhan, keberlanjutan garis, pengendalian garis dan kesadaran akan sudut dan
lengkung yang ada pada huruf
3.
Movable Alphabet
Sebagai media pengenalan menulis, menunjukkan pada anak bahwa lambang dalam
bunyi phonics dapat digunakan untuk menyampaikan isi pikiran dan mencatat.
D.
Mathematics Area
Banyak dari kita yang merasa bangga ketika anak sudah mulai lancar
membilang satu sampai sepuluh, padahal mungkin mereka belum mengerti konsep
hitungannya. Banyak anak hanya sekedar menghafal matematika dikarenakan tuntutan dari orang tua. Sementara matematika
seharusnya menjadi sebuah proses dan bagian dari hidup kita sebagai manusia. Sebagaimana
aljabar adalah ukuran tentang dimensi, ketimbang fungsi xy yang kita sajikan
secara abstrak kepada anak.
Sebelum mengawali tugas Matematika, anak harus terbiasa melakukan dua
hal terlebih dahulu:
1. Menggali dan menerima pemikiran
tentang adanya pemisahan kualitas
Kegiatan ini dilakukan anak melalui aktivitas Sensory Montessori dimana
anak terbiasa untuk mengenali kualitas terpisah, seperti persepsi dimensi
melalui Red Rods, persepsi bentuk lewat Geometry Cabinet, persepsi gradasi
lewat Knobbed Cylinder, dll. Saat bermain dengan bahan inderawi, anak
berkesempatan untuk menghadapi kualitas tunggal secara fisik, sehingga kepekaan
mereka dalam dunia matematikan akan terbangun.
2. Melatih keterampilan intelektual
Pengalaman jasmani anak dilatih secara bertahap melalui EPL dan Sensory
Montessori. Anak belajar tentang ketepatan, perhitungan dan pengulangan yang
merupakan tiga keterampilan matematika dasar.
Aktivitas matematika dibagi dalam lima tahapan kelompok:
1. Kelompok Satu: Pengenalan Pada Angka
Anak dikenalkan pada satuan jumlah (unit) dan mengilustrasikan penerapannya
dalam latihan berhitung sampai angka sepuluh, mengenal konsep 0
Apparatus yang digunakan: Number Rods, Sandpaper Number, Spindel Box,
Numbers and Counters
2. Kelompok Dua: Pengenalan pada Sistem
Desimal
Anak dikenalkan pada pengalaman konkrit dengan satuan, puluhan, ratusan,
dan ribuan yang dilambangkan dengan manik-manik serta menunjukkan kombinasinya
dalam operasi matematika.
Apparatus yang digunakan: Beads material, number cards, function of
decimal systems, dll
3. Kelompok Tiga: Pengenalan Pada
Belasan, Puluhan, dan Berhitung
Tahap ini biasanya dikerjakan bersamaan dengan kelompok dua, memberikan
pengalaman dengan manik-manik sistem decimal yang diterapkan dalam keterampilan
berhitung menurut satuan, rentang linier (angka 11-99) dan kenaikan geometris.
Apparatus yang digunakan: Teen Boards, Ten Boards
4. Kelompok Empat: Tabel Aritmatika
Tahapan ini menggunakan garis, papan, dan manik-manik untuk memperagakan
operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian serta mencatat hasil
operasi dalam tabel untuk membantu anak mengingat.
Apparatus yang digunakan: Addition/Substraction/Multiplication/Division
board and chart, dll
5. Kelompok Lima: Abstrak
Tahapan kelima adalah peralihan menuju abstrak, membantu anak untuk
mendalami fungsi aritmatika hingga akhirnya mereka mampu mengabaikan manipulasi
material secara fisik.
Apparatus yang digunakan: Short bead stairs, dll
Dalam kelompok satu, anak disuguhkan dengan unsur fundamental aritmatika
seperti angka, bentuk, dan kuantitasnya. Kemudian di kelompok dua, tiga, dan
empat, anak akan belajar menyatukan unsur lewat banyak cara dan menggambarkan
kerja aritmatika. Dalam kelompok lima, diharapkan aritmatika sudah menjadi
proses berpikir yang diterapkan sehingga anak tidak memerlukan bantuan peragaan
fisik dan cara kerjanya.
Sesuai dengan tahap perkembangan kognitif piaget, diimplementasikan
dengan Matematika Montessori, anak-anak di bawah usia dua tahun sebaiknya
diberikan pengalaman yang memperkaya sensori motor mereka, dilanjutkan untuk
anak usia 2-7 tahun diberikan kegiatan pre operational seperti pada Kelompok
Satu, Dua, dan Tiga. Untuk anak usia 7 tahun ke atas barulah diberikan kegiatan
konkrit operasional seperti pada kelompok Empat dan Lima sehingga pembelajaran
Matematika akan berlangsung kronologis dari sederhana ke kompleks dan dari
konkrit ke abstrak.
E. Cultural Area
Dalam perjalanan kehidupannya, manusia sebagai makhluk hidup mempunyai
dorongan bawaan untuk berevolusi menurut seleksi alam sebagai upaya untuk
menyempurnakan adaptasi terhadap lingkungan dan upaya untuk mencapai
keselarasan utuh antara semua bentuk kehidupan. Manusia tidak hanya beradaptasi
melalui gen, namun juga belajar beradaptasi melalui budaya. Manusia menafsirkan
apa yang mereka alami dan rasakan kemudian mengubah keadaan sesuai dengan
pemahaman masing-masing. Dalam budaya, kita selalu memiliki sosok yang lebih
dewasa yang mengajarkan pada kita segala hal tentang perilaku, nilai-nilai dan
tradisi sehingga melahirkan berbagai macam perpaduan yang memperkaya dunia.
Montessori mengajarkan kepada anak, bahwa manusia adalah unit terkecil
dari sistem kosmik yang raksasa. Montessori jua mengamati, bahwa dalam proses
evolusi biologi awal terdapat penciptaan hubungan pola perilaku utama yang khas
dan bersifat universal pada seluruh manusia. Tendencies of Man ini kemudian
terbagi dalam empat belas ciri perilaku spesifik yang menyusun kecenderungan
manusia, yaitu Penjelajahan (explore), Keteraturan (order), Berkelompok
(gregariousness), Komunikasi, Intisari (abstraction), Keingintahuan
(curiousity), Perhitungan (calculation), Bekerja (work) dengan didukung oleh
pengulangan (repetition), Konsentrasi dan kendali diri (self-control), Kesempurnaan
(perfection), Kreativitas, Kemandirian (independence). Seluruh kecenderungan
manusia ini menggerakkan perilaku kita layaknya energi tunggal sebagai
pembentuk aktivitas tertentu yang kemudian menjadi elemen budaya.
Dalam Montessori, area budaya dibagi dalam pembelajaran berikut ini:
1. Zoology dan Botany
Pendekatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan media model hewan
atau tumbuhan yang berbentuk menyerupai aslinya (bukan kartun) dengan
menyertakan kartu bergambar. Pembelajaran juga menggunakan sistem klasifikasi
sehingga anak mudah mengkategorikan jenisnya, misalnya hewan invertebrate dan
avertebrata, hewan peternakan dan hewan buas, klasifikasi daun lewat Leaf
Cabinet, dsb.
Hewan dan tumbuhan dipelajari siklus hidupnya dan bagian tubuhnya dengan
menggunakan puzzle yang berpotongan tepat pada bagian organ tubuh yang akan
dipelajari.
2. Geography
Montessori mengenalkan lanskap bumi kepada anak melalui alat bantu yang
utuh. Pendekatan pembelajaran dilakukan melalui globe benua, puzzle peta,
nampan relief daratan dan air
3. History
Anak diajak berkenalan dengan konsep sejarah, jam, dan waktu. Pendekatan
pembelajaran bisa menggunakan banyak media DIY yang melambangkan kejadian di
masa lampau
4. Science
Montessori mengenalkan dasar unsur pembentuk alam seperti zat dan energi
dalam bentuk udara, air, kemagnetan, gravitasi, bunyi, dan optik dengan
menghadirkan benda yang menunjukkan keberadaan unsur tersebut.
Terdapat tiga tahapan belajar di dalam Montessori
1. Presentasi, anak memperhatikan dan
menyerap informasi yang disampaikan ketika presentasi
2. Anak berlatih, anak mengulang
presentasi dengan keaktifan jasmani dan mentalnya masing-masing
3. Extensions and Variations
Pada variations, anak menggunakan material dengan cara yang berbeda
dengan presentasi awal
Pada extensions, anak sudah mulai mengkombinasikan penggunaan antar
material
Pada prakteknya, area budaya dalam Montessori lebih banyak menggunakan
peralatan DIY dan tidak harus selalu menggunakan apparatus berbahan kayu atau
dari alam. Dalam penggunaan DIY agar selalu memperhatikan kaidah material
Montessori yang fokus pada tujuan kualitas/pembelajaran yang ingin dikenalkan
kepada anak sehingga anak tidak mengalami distraksi selama pembelajaran.
Finally... sedikit banyak itulah paparan materi dari Mbak Nafila terkait Montessori. Seru yaa.. Ada beberapa apparatus yang saya belum tahu gimana bentukannya. Hahaha.... Setidaknya materi dari Mba Nafila ini bisa menjadi dasar eksplorasi lebih lanjut jika tertarik dengan Montessori. Ada beberapa materi yang tidak saya share di sini seperti video Sandpaper Letter, Kurikulum Montessori dari narasumber lain. Bisa saya share jika ada yang berminat.
Artikel selanjutnya mengenai tanya jawab part 2 akan segera tayang. Kumpulan tanya jawab part 2 akan membahas kegiatan Montessori dan kurikulum Montessori. Seru ngebaca pertanyaan ibu-ibu yang berdasarkan pengalaman dengan anak-anaknya yaa.. Konsep Montessori yang follow the child ini membuat kita lebih peka mengamati sikap dan tingkah laku anak dan bagaimana kita bisa lebih mengeksplorasi kegiatan bersama anak mengikuti perkembangan dan minatnya.
Semoga selalu diberikan kemudahan dan istiqomah dalam membersamai anak yaa! Keep Learning as always :)
Finally... sedikit banyak itulah paparan materi dari Mbak Nafila terkait Montessori. Seru yaa.. Ada beberapa apparatus yang saya belum tahu gimana bentukannya. Hahaha.... Setidaknya materi dari Mba Nafila ini bisa menjadi dasar eksplorasi lebih lanjut jika tertarik dengan Montessori. Ada beberapa materi yang tidak saya share di sini seperti video Sandpaper Letter, Kurikulum Montessori dari narasumber lain. Bisa saya share jika ada yang berminat.
Artikel selanjutnya mengenai tanya jawab part 2 akan segera tayang. Kumpulan tanya jawab part 2 akan membahas kegiatan Montessori dan kurikulum Montessori. Seru ngebaca pertanyaan ibu-ibu yang berdasarkan pengalaman dengan anak-anaknya yaa.. Konsep Montessori yang follow the child ini membuat kita lebih peka mengamati sikap dan tingkah laku anak dan bagaimana kita bisa lebih mengeksplorasi kegiatan bersama anak mengikuti perkembangan dan minatnya.
Semoga selalu diberikan kemudahan dan istiqomah dalam membersamai anak yaa! Keep Learning as always :)
terimakasih mba sudah berbagi. salam kenal dari saya. bila berkenan, saya ingin paparan lanjutan dari mba terkait metode montessori ini. terimakasih.
ReplyDeleteHalo salam kenal juga mbaa.. InsyaAllah akan di share lebih detail lagi ya mbaa
ReplyDeleteTerima kasih sudah memberikan pencerahan bagi saya.
ReplyDeleteApa yang d maksud presentasi 3PL & counclucion?
ReplyDeletehaloo, 3PL itu three period lesson. Misalnya kita mau mengajarkan tentang tangan pake kartu. ada 3 tahapan pertanyaan
Delete1. Ini adalah tangan
2. Apa ini? --> anak diharapkan bisa menjawab, kalo belum bisa, ulangi poin 1
3. Yang mana tangan?
Jadi, ketika menjelaskan sesuatu kita pakai presentasi 3PL