Tanya jawab Montessori (Part 2)

Yuhuuu... Ini artikel terakhir ya mengenai Montessori. Artikel ini cukup panjang karena banyak sekali resume tanya jawab dengan Mba Nafilla. Lebih afdol sih baca artikel-artikel sebelumnya mengenai Filosofi Dasar Montessori, Kurikulum Montessori, Tanya Jawab Montessori (Part 1).


Resume tanya jawab Montessori dengan Mba Nafila (masih dengan narasumber yang sama) saya pisahin dalam beberapa kategori menyesuaikan materi yang disampaikan oleh Mba Nafila seperti ini
1. Directress + Apparatus --> tentang directress yang less word dan apparatus yang digunakan dalam kegiatan Montessori
2. Kegiatan Montessori --> secara umum
3. Kurikulum Montessori (Exercise of Practical Life, Sensory Area, Language Area, Mathematic Area, Science and Culture Area)

Harap maklum kalau pemisahan tanya jawabnya agak kurang sesuai yaa. Oiaa info narasumbernya yang sudah dengan senang hati membagi ilmunya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan monggo disimak dulu.



Narasumber :
Nafila Rahmawati
IG : @nafilandscape, @khayli_montessory

Sumber Bacaan :
1.       Modul Workshop Montessori At Home, Rumah Aruna
2.       The Absorbent Mind, Maria Montessori
3.       Metode Pengajaran Montessori Tingkat Dasar, David Gettman

Cuuus langsung ke tanya jawab yaa. Keep Learning!!
Note:
P = Penanya
N = Narasumber



DIRECTRESS + APPARATUS
P :   Oya Mbak Nafilla.. tentang less words ini hanya berlaku ketika proses pembelajaran kah? Out of topic yaa. Bagaimana kalo anaknya memukul teman, menyakiti, membuat tidak nyaman. Langsung dibenerin boleh kan? Suka gemes kalau nemuin momen kaya gitu. Sibling oh Sibling
NUntuk less words sejauh yang aku pelajari memang untuk presentasi kegiatan Montessori saja. Karena anak lebih mudah menyerap informasi lewat memperhatikan gerakan kita. Kalau sudah terendus aroma violence atau berebut, biasanya directress akan mengarahkan anak-anak lagi dengan kata-kata. Kalau mereka masih lanjut berebut, angkat mainannya dan kembalikan ke tempatnya dulu. Dan sebisa mungkin menasihati anak dengan kata positif, tidak perlu menggunakan kata “kamu nakal” dan labeling lain yang menjatuhkan

P :   Mbak Naf Tanya.. kalau alas kerja Montessori ada ketentuannya kah mbak? Posisi duduk yang baik seperti apa ketika melakukan kegiatan?
N :  Untuk alas kerja biasanya disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan yang digunakan anak. Kalau sekiranya kegiatannya seperti menggunting atau pouring bisa pakai alas kerja yang kecil aja. Nah beda kalau kegiatannya semacam pakai long red rods atau semisal membuat adonan. Alas kerja yang dipakai lebih besar buat memfasilitasi anak. Oh ya, ukuran alas kerja cukup mempertimbangkan kegiatan anak saja yaa. Anak nggak perlu dihitung sebagai komponen yang butuh masuk alas kerja. Hihihi….
Kalau untuk posisi duduk, mentor aku dulu selalu menyarankan dan mengingatkan banget agar anak duduk posisi bersila
Kenapa ?
1.   Posisi bersila baik untuk perkembangan postur tubuh. Sementara posisi duduk anak yang biasanya kakinya bentuk huruf W, akan berpengaruh ke tulangnya. Bersila akan melatih anak duduk tegak juga.
2.     Dengan duduk bersila, anak akan lebih susah kabur J. Eh tapi ini betul… Posisi W biasanya anak lebih mudah beranjak dari duduknya. Sementara dengan posisi bersila kita bisa memprediksi kapan anak akan melakukan gerakan dan bisa mengarahkan ulang perhatiannya ke kegiatan. Hope it helps yaa

P :   Mbak Naf… Adakah tips untuk memilihkan/membelikan mainan untuk anak agar sesuai dengan filosofi Montessori?
N :  Is it timeless? Is it versatile? – open ended. Does it grow with my child? Is it fun without batteries? Does it encourage problem solving? Is the material longlasting?
PThank you Mbak Naf. Memilihkan mainan anak ini jadi PR tersendiri buat aku, soalnya banyak target mainan edukasi yang dijual tapi (menurutku pribadi) agak nggak sesuai dengan konsep Montessori. Contoh: stacking cup/menara pelangi yang kayak donat, mau ngajarin warna tapi beda ukuran, mau ngajarin warna tapi beda ukuran, mau ngajarin konsep besar-kecil tapi warnanya beda.
N : Naaah. You’ve got my point Mbak. Betul, salah satunya adalah menara donat ini yang riskan gagal fokus juga. Hehehe… Maunya mengenalkan banyak hal ke anak sekaligus tapi malah ambigu yah. Ini tricky sekali emang karena di marketing pasti orang akan memanfaatkan embel-embel edukasi untuk produk mereka padahal bisa jadi sustitusinya lebih mudah didapat di sekitar kita. Untuk EPL dan sensory biasanya materialnya mudah didapat yah, tapi untuk area bahasa, math, dan cultural perlu berkiblat sama sekolah Montessori aja dan sedikit hack biar nggak jebol di kantong.

P:   Ijin mau tanya yaa
1.      Saat directress menyajikan siklus kerja di depan anak, belum tuntas mengerjakan (misal baru tahap mengambil alat), tiba-tiba sudah dipotong anak karena mereka sangat tertarik ingin buru-buru melakukannya sendiri. Diijinkan? Ataukah anak harus menyaksikan sampai tuntas? Bagaimana caranya?
2.      Mengapa dalam Montessori materi alatnya harus sungguhan berbahan gelas atau kaca?
N  Mencoba menjawab yaaa
1.    Sebenarnya situasi seperti ini bisa dihindari dari awal dengan menerapkan komunikasi efektif pada anak. Jadi, kita sebagai directress tidak ujug-ujug membawa nampan dan presentasi di depan anak. Ada tahapan kita menatap anak sejajar mata kita dan mengatakan pada mereka dalam suara rendah bahwa kita akan melakukan presentasi.
 Misal:
Ambil posisi di sisi tangan dominan anak, tatap mata mereka dan rendahkan suara kita (tujuannya untuk membuat anak lebih menyimak dan menurunkan lonjakan energy anak yang berlebih untuk bisa fokus). “Khayli, Bunda akan tunjukkan cara bermain menuang. Tolong perhatikan ya.”
Lakukan presentasi lalu tawarkan pada anak apakah mau mencoba
Kondisi anak yang terburu-buru mengambil alih presentasi memang berarti anak tertarik, tapi meskipun menganut prinsip kebebasan, dalam Montessori ada freedom with limit dimana anak tetap harus diarahkan dengan penuh kasih saying tentang siklus kerja.
2.    Montessori memberikan anak-anak bahan sesungguhnya yang kita gunakan sehari-hari untuk alasan berikut:
-        Membiasakan anak dengan dimensi berat, tekstur, dan genggaman nyata yang dibutuhkan dalam kegiatan sehari-hari. Bayangkan jika anak terbiasa terlatih menuang dengan teko plastik yang ringan tapi ternyata ketika beranjak lebih besar ia harus bisa menuang dengan teko keramik. Pengalaman estimasi yang dia dapatkan ketika kecil ternyata tidak berguna untuk diaplikasikan ketika ia lebih besar. Montessori membiasakan anak dengan pengalaman nyata.
-     Teori respect for the child dalam Montessori selalu mengedepankan sikap menghargai anak sebagai individu yang utuh. Penggunaan alat sungguhan adalah bentuk konkrit kita memberikan kepercayaan kepada anak, bahwa anak juga mampu mengoperasikan peralatan sebagaimana orang dewasa menggunakan. Dengan diberi kepercayaan, anak akan tumbuh dengan karakter percaya akan kemampuan diri sendiri dan mandiri.

P:   Kalo alas kerja itu sebaiknya polos atau bermotif?
NUntuk alas kerja, bebas ya Mbak. Tapi mengingat praktek Montessori lebih memfokuskan ke kegiatan dan menghindari distraksi lain, sebaiknya memilih yang polos terutama bagi anak-anak yang baru akan memulai berkegiatan Montessori

PIseng googling apparatus Montessori untuk memperjelas fungsinya dan kemudian tercengang akan harganya. Untuk sandpaper letter dan movable alphabet, sepertinya fungsinya mirip ya. Cuma untuk sandpaper letter, lebih mengenalkan anak ke bentuk huruf dengan merangsang taktil sentuhannya ya? (cmiiw). Pertanyaanya kalau aku bikin sand paper letter diy tapi mengajarkan permainan yang biasa dilakukan di movable alphabet, bisa nggak ya?  Maksudku melakukan permainan moveable alphabet, tapi bahannya pake SPL gitu. Over stimulasi nggak ya?
NApparatus yang mahal dalam Montessori dikarenakan memang bahannya dari kayu, kaca, dan bahan lain yang menyediakan pengalaman riil kepada anak. Selain itu, dimensi dan presisinya selalu detail sehingga mengedepankan fungsi pembelajaran anak. SPL betul fungsinya refining, mempertajam indera peraba anak lewat tekstur amplasnya. Untuk menyampaikan cara menulis huruf juga ke anak lewat alur gerakan menelusuri hurufnya. Kalau movable alphabet gunanya sudah untuk merangkai huruf, mewujudkan kata menjadi sesuatu yang konkrit (apa yang ada di pikiran kita bisa ditulis dan dirupakan). Menurut hematku, permainan dengan moveable alphabet tetap menggunakan moveable alphabet Mbaa. Kalau diganti dengan SPL dikhawatirkan anak mengamati ada jeda/celah yang cukup signifikan dari kartu-kartu pada SPL sehingga nanti ketika menulis atau menyusun huruf, anak terbiasa memberi jarak yang terlalu renggang.
Setiap apparatus Montessori kadang bisa berfungsi saling melengkapi atau pengganti, tapi perlu kita perhatikan juga unsur pembedanya sejauh apa sehingga meminimalisir distraksi pembelajaran pada anak.             

P : Kalau membuat DIY Sandpaper Letter, pengenalan pada anaknya perlu printable pakai kertas biasa dahulu atau langsung pakai amplas/flannel ya?
N : Untuk DIY SPL sebaiknya selalu menggunakan kertas yang bertekstur, karena tujuan SPL memang dititikberatkan pada tekstur yang berbeda agar anak merasakan perbedaan teksturnya. Jika ingin tekstur yang “berasa” bisa pilih kertas amplas yang tingkat kekerasannya medium agar tidak menggores tangan anak. Jika khawatir pada goresan, alternatifnya pakai flannel yang lembut selama alas kain flanelnya dibedakan juga tingkat kekasarannya agar tidak rancu dengan kain flanelnya.

P :  Mbaa Naf mau tanya mengenai phonic. Di instagram banyak promo tentang phonic qur’an nih. Nah selain phonic qur’an, media apa yang bisa digunakan untuk mengajarkan pra membaca pada anak?
N : Untuk phonic Al-Quran aku sendiri belum paham isi bukunya seperti apa Mbaa. Kalau media untuk mengenalkan bunyi huruf, bisa dicari phonic songs di youtube. Tapi kebanyakan bahasa Inggris atau Melayu jadi nanti di-adjust aja pilihan kata dan pengucapan hurufnya ke pengucapan bahasa Indonesia.
        Media untuk belajar pra membaca pada anak dalam Montessori, ada Sandpaper letter, moveable alphabet, dan bisa dicombine dengan printable kartu yang berisi kata-kata pink series terlebih dahulu.
       Oh ya, untuk memulai menyusun huruf, ajak anak menyusun namanya terlebih dahulu agar ia tertarik dan paham bahwa namanya pun ada wujud konkritnya.             

P : Halo Mbaa. Mau nanya, beli moveable alphabet dimana ya? Adakah online shop yang direkomendasikan?
N :  Halo Mbaa. Pertanyaannya aku jawab tanpa ada sedikitpun niat endorse yaa. Hihihi…. LMA kemarin aku dapat di IG Kayana Montessori. Selain itu, ada IG Elf and Kids. Untuk penyediaan apparatus Montessori, jika memang bisa DIY perhatikan ukuran dan bahan, jika harus membeli perhatikan harga karena biasanya yang jauh lebih murah ada unsur kurang precise dalam apparatusnya.

KEGIATAN MONTESSORI
PDisebutkan ada lima area pembelajaran dalam Montessori, apakah dalam prakteknya dilakukan bergiliran, atau boleh satu pembelajaran, misalnya EPL terus dalam satu periode?
NSebenarnya kalau dikembalikan ke prinsip kebebasan dalam pembelajaran, anak bisa memilih apapun kegiatan  basic sebelum maju ke area lain. Kenapa basic? Dari EPL dan sensory, anak belajar mengembangkan gerakan dan kekuatan dasar dulu seperti pincer grisp, fokus, kemampuan estimasi dll yang nantinya akan sangat terpakai di area language, math, dan cultural.  Jadi untuk anak sekitar usia 2-3 tahun bagusnya dikuatkan di EPL sama sensory dulu. Untuk area lain boleh dikenalkan, sifatnya selingan dan senyamannya anak.

P :    Mbak Nafila, aku ada beberapa pertanyaan yaa
1.    Seperti apa praktek kegiatan Montessori untuk learning area #5, apa seperti bermain di tempat umum yang berbasis alam?
2.     Tentang tahapan 3PL, aku beberapa kali memberikan kegiatan pengenalan shapes dan colours ke anakku yang sekarang usianya 13 months tapi dia kurang tertarik, baru dikenalkan satu bentuk dia sudah kabur, yang warna juga sama begitu juga. Anehnya waktu dia mainan sendiri, dia bisa mengelompokkan bola dengan warna yang sama, tanpa disuruh. Kalau disuruh, dia malah rusuh mainnya dan ujung-ujungnya kabur lagi. Setiap kegiatan yang aku sodorin nggak pernah ada yang bertahan lama, kecuali kegiatan dry and wet pouring aja. Kalau ritmenya seperti itu berarti aku harus kembali lagi ke periode 1 atau 2 ya sampai goal-nya tercapai?
3.     Berapa kali pengulangan kegiatan yang sama dalam satu hari? Anakku tipe yang cepat bosan dengan satu kegiatan jadi dalam sehari dia bisa random cari kegiatan ini itu. Kadang invitation play yang aku sediakan malah tidak disentuh sama sekali, dan aku sering kehabisan ide mau kasih kegiatan apa lagi yang bikin dia tertarik. Aku takut hari-hari anakku terbuang sia-sia karena aku kurang menstimulasi dia.
N Aku coba bantu sepengetahuan aku yaa
1.     Maksudnya learning area yang cultural kah mbak? Ini bisa anak diajak eksplor langsung ke alam, bagus malah J. Untuk sekolah Montessori sendiri ada beberapa alat yang digunakan buat menghadirkan sisi kehidupan meskipun by indoor.
2.     Untuk anak usia setahun, nikmati saja prosesnya ya Mbaa J Bisa jadi anak masih menikmati proses eksplorasi mandirinya. Pengenalan shapes and colours sendiri sudah masuk area bahasa sebetulnya. Bisa jadi kita sebagai Directress butuh untuk mundur dan mengulang di EPL  dan persering Sensory play-nya dulu. Diferensiasi warna pada anak bisa dilatih lewat sensory play yap
3.     Tidak perlu takut anak kurang stimulasi kok Mba. Selama kita membiarkan mereka bermain dan mengeksplorasi secara aman J Anak di bawah usia  2 tahun tetap akan terstimulasi selama inderawi mereka aktif karena mereka belajar lewat sensory yaa.. Tetap sediakan aktivitas yang sesuai dengan usia dan ketertarikan mereka.
P :   Jadi pengen anakku cepet sekolah deh kalo gini J Nah ini anakku udah aku ajarin tentang shapes and colours lewat buku juga Mbak, mulai yang board book sampai sounds book, tapi jatuhnya malah jadi first word. Dia nggak fokus sama apa yang aku sampaikan. Pas dikasih lihat bentuk heart warna pink, dia ngehnya malah warnanya. Kalau lihat bentuk “heart” dia bilang “pink”. Giliran dikasih lihat barang-barang warna pink dia fokusnya nyebutin nama-nama barangnya. Apa aku yang salah ngajarin ya?
NEitss, kadang cepet sekolah juga bukan solusi untuk kebutuhan anak mbak. Hihihih… Bisa jadi ini masuk bahasan over stimulasi karena anak salah menangkap apa yang ingin kita sampaikan. Itulah kenapa, setiap apparatus Montessori stansdar dibuat dalam warna, bentuk, dan bahan sederhana. Karena Montessori ingin menyampaikan inti pembelajaran pada anak tanpa banyak distraksi

PMbak Naf, saya belum pernah benar-benar menstimulasi anak sampai diniatin gitu sampai bikin kurikulum seperti orang lain.  Saya hanya membiarkan anak saya main apapun yang dia mau sambil saya temani kapanpun dan dimanapun. Saya juga sering mengajak anak melakukan aktifitas sehari-hari mulai dari melipat selimut sampai cuci piring. Pertanyaannya  saya salah nggak ya  Mbak? Apa nantinya anak saya jadi anak yang kurang stimulasi? Sementara ini saya ngeliat tumbangnya cuma dari kpsp.. anak saya laki-laki 2 tahun 4 bulan
N :    Untuk kurikulum sih fleksibel yah, mau pakai yang mana dan menganut sejauh apa. Tapi patokan official milestone anak kurang lebih kita kembalikan ke KPSP lebih baik. Tapi memang usia dua tahun up, dimana anak sudah mendekati usia masuk sekolah sebaiknya kita persiapkan anak dengan kegiatan yang lebih terstruktur dan terencana tanpa memberatkan anak (dalam arti tidak memaksa). Jangan sampai nanti ujug-ujug kita menyekolahkan anak dan berharap mereka lancar memegang pensil, baca tulis, atau betah dengan kegiatan belajar tanpa pernah kita perantarai lebih dulu untuk menyukai kegiatan yang membutuhkan fokus dan keterampilan motoric halus. Anak suka bermain, kita temani itu bagus. Tapi alangkah akan lebih bagus lagi kalau kita mengarahkan anak ke jenis kegiatan yang menstimulasi diri anak

P :    Dalam sehari, kira-kira ada berapa banyak stimulasi yang diberikan kepada Khayli? Terus, Khayli pernah nggak mood nggak sih? Kalau iya, apa yang akan mbak lakukan? Break atau membacakan buku saja?
N :    Sehari biasanya aku fokus satu kegiatan Montessori Mbak, tapi ada scope dan sequence-nya. Misal menuang, aku mulai dari menuang kering, lalu menuang basah jug to jug, jug to two identical glass, lalu naik ke jug to glass with limit. Atau kalau meronce, dari tusukan meronce lidi dulu ke pipe cleaner lalu ke benang. Intinya bertahap derajat kesulitannya.
Ini biasanya bisa makan waktu satu jam lebih dengan pengulangan, dan catatan anaknya tetap ditawari apakah masih tertarik melanjutkan aktivitasnya atau mau udahan.
In case of “nggak mood” ya akunya yang harus legowo mengganti jadwal. Body language anak pasti kelihatan mulai malas atau bosan, biasanya malah gelendotan atau mulai nggak fokus dan kualitas kerjanya menurun.
Kalau nggak mood-nya di tengah aktivitas, tinggalkan aktivitasnya sambil sounding “kalau nanti Khayli kepengen main lagi, bilang Bunda ya.”
Aktivitas penggantinya ya bermain bebas, sambil beberapa menit kemudian ditawari lagi alternatif penggantinya. Usahakan punya back up plan yang lebih menarik dari aktivitas pertama. Baca buku termasuk kegiatan break kami juga kok

P :    Kalo untuk anak umur 8 bulan apa yang bisa distimulasi? Dari umur 0 tahun saya bacanya seperti apa yang harus dilakukan
N : Montessori memang jenis kegiatan yang ditujukan untuk anak dua tahun ke atas Mbak. Mengingat orientasi kegiatannya untuk mengembangkan kemandirian dan rasa percaya diri anak. Untuk kegiatan Montessori  bagi usia di bawah 2 tahun, kebetulan saya belum mempelajari secara khusus. Sepengetahuan saya biasanya pada usia sebelum 2 tahun anak perlu diperkaya stimulasi motorik kasar dan stimulasi inderawinya.
Di salah satu sekolah Montessori yang pernah saya kunjungi, anak di bawah usia 2 tahun difokuskan pada latihan bergerak untuk mensupport movement mereka di rentang selanjutnya.
Terkait cara membacakan buku untuk anak under 2 tahun sebenarnya justru jauh lebih mudah ketimbang membacakan buku untuk balita karena gerakan mereka masih terbatas dan mudah tertarik dengan visual, audio atau ekspresi pendongeng yang menarik. Sedikit tips dari saya, jangan membacakan buku dengan cara “textbook”. Serap inti ceritanya dan sampaikan dengan bahasa sederhana, intonasi yang naik turun, ekspresi berubah dan libatkan anak dalam kegiatan membacanya. Ajak mereka menunjuk objek dan mengucapkan dengan jelas (pelankan gerakan mulut kita).
Pahami apa kesukaan anak lalu leburkan hal kesukaan mereka dalam buku yang kita bacakan. Vice versa, pilih buku yang sekiranya menarik perhatian anak lalu bawakan dengan cara yang paling menyenangkan. Sebagaimana proses dalam Montessori, tidak perlu terburu dengan hasilnya. Dalam hal ini, ekspektasi kita agar anak suka buku. Nikmati dulu dan jalani prosesnya. Karena sebaiknya, anak bukan hanya diarahkan untuk suka buku melainkan suka membaca (yang akan mengantarkan mereka pada integritas untuk selalu mengcross-check kevalidan dan kesahihan materi yang mereka baca, tidak hanya sekedar buku)

P :    Mbak Naf, mau tanya nih. Untuk anak usia 40 bulan itu baiknya arah Montessori lebih ke sensory play atau pretend play ya? Selama ini saya memberikan kegiatan bermain antara lain DIY playdough dari bahan tepung, DIY slime dari bahan lem, DIY kinetic sand, belajar mixing colours dari bahan pewarna makanan. Anaknya happy and enjoy it. Nah ternyata kemarin saya iseng-iseng coba mengulang lagi kegiatan sederhana: memindahkan bersa ke wadah pakai sendok, memindahkan air pakai pipet dan anaknya kurang interest. She looks boring. Apa ada yang salah ya? Selanjutnya kegiatan yang perlu dilakukan seperti apa ya? Apa masih ditelateni untuk kegiatan dasar atau bisa digabungkan dengan kegiatan DIY yang lain?
N :    Halo Mbak. 40 bulan sekitar 3 tahun yah. Usia yang pas untuk dikenalkan EPL dan sensory dari Montessory. Sedikit mengingatkan kembali bahwa tujuan pendidikan adalah membuat anak merasa nyaman dan senang selama mereka menjalani proses pembelajaran. Ada banyak sekali jalan menuju Roma, demikian pula banyaknya jalan menuju tujuan pendidikan. Montessori hanya bagian dari cabang jalan tersebut, satu pilihan metode yang memberikan guidance dan tuntunan kepada praktisi pendidikan dengan cara konvensional namun tepat guna.
Jika dirasakan bahwa anak Mba selama ini sudah bisa menyerap pembelajaran melalui metode pilihan materi yang disediakan di rumah, berarti pembelajaran yang disediakan sudah memenuhi prinsip “berpihak kepada anak” dalam artian anak bisa menikmati. Namun perlu dikembalikan kembali ke fungsi pembelajarannya, apakah anak sekedar menikmati dan have fun atau juga menyerap intisari dan maksud dari pembelajaran yang diberikan.
Kenapa Montessori mengembalikan cara-cara yang agak kuno dan terkesan kurang menarik, karena yang ditekankan dari kegiatannya adalah keterampilannya.
Untuk kegiatan DIY playdough, slime, dan kinetic sand sebetulnya juga masuk ke area sensory Montessori. Anak dipersilakan mengeksplor variasi tekstur. Jika memang ditemui kondisi anak nampaknya kurang menikmati EPL yang sederhana, bisa dicoba dengan meng-combine EPL dan sensory play.
Memindah beras bisa coba divariasi dengan beras yang sudah diberi pewarna, begitupun dengan air divariasi dengan air berwarna atau bahkan variasi jenis cairan (susu, minyak, dsb). Kebanyakan anak memang lebih tertarik dengan sensory play karena sifat permainannya yang lebih dinamis. Namun, orang tua harus kembali mengingat manfaat dari kegiatan yang dilakukan anak apakah hanya untuk kepuasan sementara atau kemandirian jangka panjang.
Anak kita memang bukan milik kita, namun tugas kita mempersiapkan mereka dengan bekal kemandirian sebanyak yang kita bisa. Semangat ya Mba

P :    Kalau berkegiatan dengan kardus (membuat mainan dari kardus) apa masuk ke dalam lingkup Montessori ya? Soalnya saya masih agak rancu contoh-contoh kegiatan Montessori seperti apa saja
N : Nah kalau membuat mainan dari kardus dicek lagi aja, yang banyak menginisiasi gerakan membuat pola, menggunting, dan sebagainya apakah anaknya atau ibunya. Untuk berkegiatan yang dikategorikan masuk dalam lingkup Montessori kurang lebih mengandung unsur sebagai berikut:
-          Satu stimulasi pada satu waktu dalam pilihan 5 area kurikulum Montessori (kasus unik untuk EPL yang dicombine dengan sensory play tadi ya, karena tujuan pertamanya menarik minat anak dulu)
-          Kegiatan mengandung pesan respect for the child, memposisikan anak terlebih dahulu bahwa mereka bisa
-          Menggunakan peralatan sungguhan yang kita pakai sehari-hari
-          Kegiatan menyediakan control of error sehingga ketika anak melakukan kesalahan, anak dapat langsung menyadarinya
-          Kegiatan menstimulasi anak untuk mencari problem solving

P :    Mau nanya Mba. Aku sudah punya dua anak 4,5y sama 29 bulan, masih newbie banget di Montessori. Sebaiknya dilakukan bersama-sama apa sendiri-sendiri? Terus, kan si kakak belum pernah ketemu sama Montessori sama sekali. Apa jenis kegiatannya sama dengan adik? Minta saran ya Mbak untuk kegiatan pertama ini mesti ngapain duluan
N :    Halo Mba. Dua anak yang jaraknya nggak terlalu jauh bisa dibarengin kok Mbak mainnya. Kalau dirasa si Kakak sudah cukup bagus EPL dan sensory-nya, bisa masuk ke area bahasa dan matematika untuk persiapan masuk TK. Kalau kakak dirasa masih perlu bermain di area motorik halus, bisa barengan adik main EPL (menjimpit, meronce, menuang, dan sebagainya). Biasanya kalau yang lebih tua main bareng yang lebih muda, mereka lebih cepat menguasai materi dan tergerak membantu yang lebih muda.
Di sekolah Montessori sendiri biasanya kelas anak usia 3-6 tahun akan dicampur buat memfasilitasi interaksi nyata antara yang senior dan junior.

P :    Kalau waktu kegiatannya sendiri ada waktu khusus nggak mbak? Apa anak boleh main semau anaknya? Anakku kalau mau main waktunya random, apalagi kalo ada mainan baru. Misal aku kasih kegiatan pakai pompom, nah hampIr setiap waktu minta main terus, padahal aku juga harus mengerjakan kerjaan rumah yang lain. Akhirnya berantakalah itu pompom
N :    Justru sensitive period seperti ini yang harus dimaksimalkan betul karena dengan memanfaatkan sensitive period, anak dapat menyerap pembelajaran tanpa ada rasa terpaksa. Temukan jadwal harian di rumah kapan sekiranya anak dalam kondisi fresh dan tidak mengantuk untuk bermain (misal) pompom dengan terarah sehingga anak dapat menyimak rules permainan dan menerapkan sesuai arahan. Sebaiknya memang orang tua menemani dan menyediakan variasi bermain pompom agar anak tidak bermain random. Ragam permainan pompom sendiri bisa dikumpulkan dari pinterest lalu disesuaikan dengan metode Montessori apa yang ingin dipakai di rumah. Intinya, sebisa mungkin ketika anak sedang gandrung mengeskplor sesuatu, sediakan diri kita untuk ada sebagai tour guide anak.  Tetap perhatikan batasan untuk kebutuhan biologis anak seperti makan dan tidur yaa. Untuk alokasi mengerjakan pekerjaan domestic, coba dirembug lagi bersama suami untuk berbagi tugas mengingat fungsi utama Ibu di rumah salah satunya adalah juga sebagai ummu madrasatul ula
P :    Berarti sehari-harinya kita memang harus punya jadwal kegiatan rutin bersama anak ya Mbaa untuk menerapkan filosofi Montessori ini? Nggak bisa random gitu ya
N :    Betul Mbaa. Lebih baik punya jadwal teratur karena memang anak punya sensitivity to order. Peka terhadap keteraturan. Sehingga tubuh mereka paham kapan waktunya makan, belajar, dan lain-lain.

P :    Soal social activity anak ada dalam kurikulum Montessori kah? Seperti berempati kepada orang lain. Masuk ke tata krama kah? Kalo ada dalam kegiatan Montessori, seperti apa ya mbak prakteknya ala Montessori ini
N :    Betul, berempati bisa include dalam social relations dan tata krama. Inti dari berempati adalah kemampuan merasakan dan mendengarkan apa yang terjadi di luar entititas tubuh kita. Dalam Montessori, kemampuan seperti ini dikembangkan lewat permainan Silence Game. Anak diajak untuk menenangkan diri, diam bergeming tanpa suara tujuannya untuk menyadari bahwa ada banyak suara yang tidak mereka sadari sebelumnya. Menciptakan keheningan mengasah intuisi anak bahwa ketika mereka mencoba “mentiadakan dirinya”, mereka bisa menemukan persepsi lain di luar diri mereka. Ada suara burung, gemuruh angin, bunyi pesawat di kejauhan, dll. Perlahan anak merasa dia adalah bagian dari jagat raya yang luas beserta isinya. Silence game secara tidak langsung mendorong anak untuk turut andil dalam upaya komunitas, observasi yang lebih dalam atas hal-hal yang terjadi di dalam maupun di luar diri anak yang sebelumnya kurang disadari.

P :    Mbaa.. Kegiatan montessori apa yang bisa saya lakukan untuk bayi di usia 11 bulan?
N :    Montessori basicly mengedepankan keaktifan anak usia 2 tahun ke atas untuk mewujudkan kemandirian mereka. Untuk anak usia 1 tahun ke bawah, yang perlu dilakukan orang tua yang ingin memulai Montessori adalah memberi ruang yang aman dan nyaman kepada bayi untuk membantu mereka “menopang” tubuh mereka sendiri.
         Memberi ruang dalam arti fisik dan mental. Fisik berarti menyediakan tempat dan fasilitas yang explorable (misal kamar bayi dengan filosofi Montessori dimana alat bermain bayi diletakkan pada jangkauan bayi). Mental berarti orang tua memberi kesempatan pada bayi untuk mengeksplor dunia barunya tanpa sedikit-sedikit merasa khawatir.
         Untuk kegiatan atau jenis permainan, bisa disediakan jenis permainan yang berulang untuk melatih intuisi repetisi anak (memasukkan bola kecil ke dalam lubang), mencocokkan puzzle geometri dengan knob atau memasukkan ring ke tangkai kayu (untuk melatih koordinasi mata dan tangan)

EXERCISE OF PRACTICAL LIFE
P :    Nah… kalau anak gandrung dalam satu hal… seni… Bagaimana kita mengimbangi agar anak juga tidak tertinggal di dalam hal di luar seni seperti pelajaran membaca, dll?
N :    Tetap dikenalkan mba. Apalagi kalau di sekolah konvensional, pasti banyak pelajaran yang musti diserap anak. Ketika anak sedang “on fire” untuk hal yang dia sukai, maksimalkan dan sediakan batasan waktu sambil diberi pengertian kalau mereka tetap butuh mempelajari area lain. Untuk itulah di Montessori juga dikenalkan banyak area kepada anak meskipun bertahap. Anak usia 2-3 tahun biasanya disediakan aktivitas Exercise of Practical Life dan Sensory lebih dulu karena ini basic dari kegiatan lain. Setelah lebih besar, mereka dikenalkan dengan area bahasa, budaya, dan matematika dengan cara ala Montessori juga. Jadi, InsyaAllah tidak memberatkan.

P :    Aku beberapa kali coba praktekkan practical life skills ala Montessori. Aku kasih kesempatan untuk mencuci tangan sendiri, pakai baju sendiri, atau kadang membantu menjemur pakaian. Anakku saat diarahkan justru ngambek dan tidak mau melanjutkan tugasnya. Dan itu terjadi berkali-kali. Akhirnya setiap dia ingin melakukan sendiri aku diamkan dulu baru setelah itu dipuji dan aku ucapkan terima kasih.
N :    Waah ini sebenarnya udah baguuus pisan Mbak. Aqilla sudah tau bagaimana mengorganisasi dirinya sendiri. Dia hanya perlu mencontoh visual tanpa perlu banyak arahan. Sebetulnya Directress (guru) dalam Montessori juga metode pengajarannya akan sangat less words. Mereka lebih mengarahkan anak dengan mengajak anak untuk memperhatikan ketimbang dengan arahan kata-kata. Ketika anak melakukan kesalahan, kita cukup diam selama mereka belum mengisyaratkan meminta bantuan. Berterima kasih pada anak yang telah mencoba itu pun titik penting karena kita menghargai usaha anak. Untuk hasil akhirnya, tentu nggak perlu sesuai standar dewasa J
Dengan berjalannya waktu mereka akan tahu dan mengorganisasi diri mereka sendiri untuk melakukan yang betul, selama terus kita damping dan diberi contoh berulang yang benar.
P :    Terima kasih banyak atas pencerahannya Mba Nafilla J. Alhamdulillah berarti sudah di koridor yang benar yaa. Karena aku pikIr ketika dia tidak mau diarahkan, dia tidak akan tahu mana yang salah dan mana yang betul. Ternyata memang dalam Montessori metode pengajarannya memang less words.
N :    Sebetulnya right at the moment anak melakukan kesalahan, yang peru kita lakukan adalah menunggu bukan terburu-buru untuk langsung interupsi karena menyela anak berakibat pada turunnya kepercayaan diri mereka melakukan sesuatu. Kalau memang harus diberi arahan yang membutuhkan petunjuk by words, bisa nanti kita tambahkan di akhir kegiatan jadi nggak akan mengganggu konsentrasi anak.

P :    Kalau setelah selesai anak tidak mau membereskan harus gimana Mbak Naf?
N :    Nah, anak yang nggak mau membereskan mainan ini banyak faktor. Bisa jadi kita sebagai orang tua menjadikan aktivitas membereskan mainan sebagai ritual instruktif tanpa kita sendiri mau terlibat, atau bahkan tone suaranya high pitch (been there).  Anak bisa diajak membereskan alat kerja dengan bernyanyi, sambil nanti terus kita contohkan kalau membereskan mainan itu sepaket dengan kegiatan bermain.

P :    Anak saya 5y11m pincer crispnya masih belum bagus. Kalau memegang pensil butuh kekuatan besar untuk Mbak. Bagusnya EPLnya apa ya Mbak?
N :    Sedikit koreksi, pincer grisp mungkin yang dimaksud ya… EPL pada dasarnya kegiatan yang menguatkan pincer grisp, sehingga butuh diulang secara kontinyu. Bisa ditelateni kembali kegiatan menuang dengan genggaman yang tepat, meronce, dan mencapit dengan capitan (besar maupun kecil) pada benda-benda yang teksturnya licin, serta mentransfer air ke wadah menggunakan spons. Intinya repetisi dan komitmen untuk kontinyu melakukan EPL secara bertahap yaa. Good luck Mba

P :    Mba Naf, ada urutan EPL kah? Maksudnya apakah menuang dulu, atau meronce dulu, atau bebas?
N :    Halo Mba. Untuk EPL sejauh aku membaca nggak ada urutan harus yang mana dulu. Terutama untuk kegiatan menuang, meronce, menjimpit mereka satu level untuk menguatkan pincer grisp. Cuma yang harus diperhatikan memang scope and sequence-nya. Jadi menyediakan level kesuliatan untuk menantang anak perlu kita mulai dari yang paling mudah dulu agar anak tidak terlanjur cranky dan ngambek karena merasa kesulitan. Selamat mencoba yaa

P :    Kalo EPL-nya dikombinasikan boleh yaa untuk anak umur 4 tahun. Misal: menjepit huruf yang dia tahu. Untuk anak seusia itu tidak termasuk over stimulant kah?
N :    Sebetulnya ukuran anak overstimulasi adalah per kasus ya, jadi akan beda tiap anak. Overstimulasi sendiri terjadi jika ada tumpukan kualitas yang harus dibedakan anak dalam kegiatannya. Misal: balok geometri warna-warni, anak terkadang bingung untuk mengklasifikasi berdasar apa. Untuk kegiatan EPL berupa menjepit varian huruf yang dipakai sebagai apparatus area Bahasa, aku rasa yang demikian tidak termasuk overstimulasi.

P :  Bagaimana ya caranya membuat anak saya (2,5 tahun) tertarik bermain  (menjumput, menjepit, dll) sesuai dengan arahan? Dia malah lebih suka explore sendiri
N :    Anak biasanya tidak atau belum tertarik dengan kegiatan sederhana dalam EPL karena sudah terbiasa menemukan kegiatan lain yang sifatnya “lebih menarik” di kesehariannya. Bisa disiasati dengan cara berikut
1.       Sementara menyimpan dulu pilihan mainan/kegiatan yang sekiranya terlalu atraktif
2.    Menyediakan aktivitas menjimpit, mencapit, menuang dengan ditata pada display yang mudah terlihat dan dijangkau anak secara mandiri (letakkan di rak yang sejajar dengan jangkauan anak)
3.       Ajak anak dalam keadaan yang nyaman ketika kita melakukan presentasi. Minta anak untuk menunggu hingga kita selesai presentasi baru persilakan anak untuk mencoba. Lakukan berulang
Anak aku pun pernah dalam tahap nggak mau diarahkan, mogok ataupun ingin eksplor sendiri Mbaa. Montessori menghargai antusiasme anak, sehingga ketika mereka punya gaya lain, beri ruang pada mereka untuk eksplorasi sendiri. Tapi sebagai directress, kita perlu mengarahkan anak kembali.
Ulang kembali di lain waktu dengan mencoba tiga step di atas ya… Good Luck!

SENSORY AREA
P :    Di modul ada persepsi gradasi melalui cylinder knob. Berarti dalam hal ini cylinder yang dipakai memiliki variasi warna ya Mbaa? Atau hanya ada warna dasar (merah-kuning-biru) lalu kira mengajak anak untuk mencoba mixing colours supaya didapat beberapa warna sekunder?
N :    Gradasi dalam knobbed cylinder yang dimaksud adalah gradasi dimensi, bukan warna. Ada empat balok berbeda untuk tatakannya, keempatnya berbeda dalam bentuk tebal, tipis, tinggi, rendah. Inilah yang menjadi gradasi persepsi yang dipelajari anak.

LANGUAGE AREA
PDalam Montessori, idealnya buat ngenalin membaca kepada anak umur berapa ya?
N : Oke. Banyak orang tua biasanya tergesa-gesa mebuat anak ingin lekas bisa membaca. Ini tuntutan social juga karena SD kebanyakan harus bisa baca yaa J. Kalau mengajarkan membaca definisinya adalah menggeja, maka ada tahapan dulu nanti setelah anak dirasa cukup baik dalam EPL dan Sensory, baru bisa masuk ke area bahasa. “Ideal mengenalkan membaca”, ini pertanyaan agak susah, karena nggak bisa digeneralisir mengingat konsep dasar Montessori yang menganut pembelajaran individu bagi anak. Jadi, tiap anak akan mempunyai timingnya sendiri. Bisa dikembalikan lagi ke Sensitive Period, ketika respon anak antusias waktu kita kenalkan huruf, nanti bisa maju ke belajar membaca ala Montessori.

P :  Anak saya laki-laki 4,5 tahun. Secara keseharian dia termasuk anak yang banyak bicara, hanya dia ada kesulitas saat menirukan ucapan yang agak susah. Ini terjadi saat belajar doa/surat pendek. Terkadang satu ayat (Al-Ikhlas), saya mengulang sampai lebih dari 25 kali dan dia masih belum lancar terbalik-balik. Sekarang kalau bilang kata “terserah” bilangnya “seterah”. Montessori seperti apa untuk kasus seperti ini.
N :  Sejauh yang saya pelajari, Montessori mengenalkan bahasa Ibu terlebih dahulu baru beranjak ke bahasa lain saat anak sudah melewati Green Series. Tapi memang dikembalikan lagi ke value tiap keluarga dalam mengajarkan huruf hijaiyah dan pelafalannya. Penyebab anak salah menirukan ucapan perlu dicari root problem-nya. Bisa jadi anak salah mengucapkan karena memang menghafal dan kapasitas hafalannya belum terbiasa untuk yang panjang. Kadang masalahnya bukan pada seberapa sering kita memperdengarkan pada anak, tapi sebagaimana efektif kualitas penyampaian kita pada anak. Ini tentunya butuh koreksi pribadi.
     Untuk anak auditori, mungkin akan lebih mudah menyerap hanya lewat indera pendengaran mereka. Namun, anak tipe pembelajar yang lainnya membutuhkan pendekatan yang berbeda agar suatu informasi terekam dengan baik.
     Pembelajaran bicara terjadi melalui kegiatan menyimak gerakan bibir ketimbang mendengar. Sehingga mengajarkan anak pelafalan, diasarankan mengulang per kata sejelas mungkin dalam ritme yang lambat. Bisa juga dicoba anak dikenalkan dengan Sandpaper Letter khusus huruf Hijaiyah dengan artikulasi pengucapan yang tepat lebih dahulu sebelum dikenalkan langsung ke tahap menghafal Surah.

P Saya mau menanyakan mengenai pernyataan bahwa dibuat untuk suka membaca bukan hanya suka buku. Yang ingin saya tanyakan, selama ini saya mengenalkan buku pada putri saya mulai usia 12 bulan (mungkin termasuk kategori terlambat ya). Awalnya saya hanya berfikiran untuk membuat anak saya “interest sama buku” dulu baru nanti lama-lama akan suka membaca karena di usia itu masih komunikasi satu arah. Berarti saya salah persepsi dong ya
N :  It doesn’t matter Mbaa. Kalau aku bilang bukan salah persepsi, hanya butuh ekstensi persepsi. Hehehe… Membuat anak suka buku adalah pintu pembuka membuat anak suka membaca, InsyaAllah. Karena membacanya anak yang sudah terbiasa dengan buku dari kecil, termasuk juga membaca gambar, simbol, lambing yang akan menstimulasi mereka untuk mendeskripsikan jauh dari tekstual buku.
       Pun aktivitas membaca sebetulnya nanti akan lahir dari banyak arah. Saya ingat ketika kecil, suka sekali membaca papan nama di jalanan dan nama warung untuk men-challenge kecepatan mengeja dengan laju kendaraan. Suka membaca tidak harus selalu lahir dari buku, buku hanya salah satu media mayornya. Justru anak akan overwhelmed kalau pada saatnya dia bisa membedakan huruf lalu langsung disodori buku cerita.
       Beda kasus kalau bukunya model Oxford Reading Tree yang memberi level pada pembaca baru. Membuat anak suka membaca adalah dengan mengajak mereka masuk ke serunya mengeksplor per huruf, per kata, menemukan makna dan realita bendanya lalu menggabungkannya menjadi satu pemikiran utuh.
       Montessori mengajak kita directress, untuk menghadirkan kualitas di atas objektivisasi. Sehingga dalam literasi, anak kita ajak untuk suka membaca lewat pengalaman bertahap tidak hanya merendahkan aktivitasnya menjadi sebatas suka objek buku.

P :    Mbaa mau tanya mengenai pengajaran mengenal huruf pada anak. Selama ini saya mengenalkan angka dengan cara menghafal 1-10, lalu dilanjutkan dengan belajar menulis angka (menulis pada garis putus-putus). Nah ternyata ini cara konvensional yaa. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana cara saya mengenalkan alphabet pada anak usia 40 bulan? Putri saya ini belum terlalu hafal abcd (kecuali dengan menyanyi). Apa perlu diajarkan cara menulis dulu seperti metode Montessori?
N : Iya Mbaa, yang sudah diterapkan adalah metode konvensional seperti yang dilakukan di kebanyakan PAUD atau TK. Mengenalkan alphabet bisa dimulai dengan Sandpaper Letter. Tidak perlu berurutan abjadnya karena kita tidak sedang membuat anak menghafal. Lewat Sandpaper Letter, anak diajak mengeksplor betul sensasi setiap hurufnya.
         Konkrit, anak tahu bagaimana produksi bentuk dan bunyi dari huruf secara nyata karena anak tidak menghafal. Yang sering membuat anak bingung adalah metode konvensional menyajikan pendekatan pembelajaran yang abstrak, anak tidak bisa mengalami sendiri dengan panca inderanya sehingga otak tidak merekam dengan baik.

PMba... Maaf sandpaper letter ini gimana ya metodenya? Kalau diajarkan menulisnya dengan menulis di atas garis putus-putus itu juga termasuk metode konvesional kah?
NSandpaper letter dipakainya dengan cara menggerakkan jemari (terutama ujung jari telunjuk) ke huruf amplasnya Mbaa, sehingga jari anak merasakan perbedaan tekstur, merasakan lekukan dan sudut tiap huruf dan secara otomatis sudah belajar cara menulis huruf tanpa harus melewati latihan dengan garis putus-putus.

MATHEMATICS AREA
P :   Mbak Naf, untuk yang aspek mathematics ini, ada rekomendasi kah anak mulai diajar menghitung usia berapa? Misal kaya membaca gitu kan sebaiknya di atas 7 tahun. Kalo berhitung gimana ya  Mbak Naf?
N :    Kalau di Montessori sepemahamanku, kegiatannya nggak ada patokan usia Mbak. Cuma ya memang anak dikuatkan dulu basic EPL dan sensory-nya. Kalau membaca, di Montessori pun stepnya Cuma pink series, red series, lalu green series. Kalau menghitung, dimulainya dari pengenalan bentuk angka dulu pakai sandpaper number. Jadi anak mengenal angka dan bentuknya dulu baru ke kuantitas. Yang bikin matematika jadi momok seringkali kan anak belum selesai memahami konkritnya lalu sudah masuk ke abstrak hitungan. Nah kalau Montessori mengenalkan matematika dari wujud angkanya dulu baru nanti ke kuantitas hitung sederhana seperti spindel box.

P :    Untuk pengenalan matematika kelompok dua, jika kita pakai apparatus beads material, bagaimana cara membedakan antara penyebut dan pembilang? Apa dibedakan warna beadsnya atau bagaimana ya Mba?
N :    Di kelompok dua, anak belum dikenalkan pada penyebut dan pembilang Mbaa. Kalaupun bermain pecahan, anak baru sebatas menggunakan puzzle pecahan yang berbentuk lingkaran. Untuk operasi pecahan sendiri sudah masuk di operasi aritmatika di kelompok 4, sehingga nantinya anak akan dikenalkan pada proses pembagian melalui papan dan diagram pembagian.

SCIENCE AND CULTURAL AREA
P :   Bisa minta contoh DIY yang bisa digunakan untuk materi history Mba?
N :  Untuk DIY history, yang paling mudah adalah menggunakan printable. Bisa kita comot satu foto tertentu untuk kita tempelkan pada Peg Board, misal foto kelahiran anak. Kemudian kita tulis di bawahnya tanggal, waktu untuk kemudian kita narasikan kepada anak.


Comments

Popular posts from this blog

Tanya Jawab Montessori (Part 1)

Memulai Montessori… Mengenal Kurikulum Montessori…