Tanya jawab Montessori (Part 2)
Yuhuuu... Ini artikel terakhir ya mengenai Montessori. Artikel ini cukup panjang karena banyak sekali resume tanya jawab dengan Mba Nafilla. Lebih afdol sih baca artikel-artikel sebelumnya mengenai Filosofi Dasar Montessori, Kurikulum Montessori, Tanya Jawab Montessori (Part 1).
Resume tanya jawab Montessori dengan Mba Nafila (masih dengan narasumber yang sama) saya pisahin dalam beberapa kategori menyesuaikan materi yang disampaikan oleh Mba Nafila seperti ini
1. Directress + Apparatus --> tentang directress yang less word dan apparatus yang digunakan dalam kegiatan Montessori
2. Kegiatan Montessori --> secara umum
3. Kurikulum Montessori (Exercise of Practical Life, Sensory Area, Language Area, Mathematic Area, Science and Culture Area)
Harap maklum kalau pemisahan tanya jawabnya agak kurang sesuai yaa. Oiaa info narasumbernya yang sudah dengan senang hati membagi ilmunya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan monggo disimak dulu.
Sumber Bacaan :
Cuuus langsung ke tanya jawab yaa. Keep Learning!!
Note:
P = Penanya
N = Narasumber
Resume tanya jawab Montessori dengan Mba Nafila (masih dengan narasumber yang sama) saya pisahin dalam beberapa kategori menyesuaikan materi yang disampaikan oleh Mba Nafila seperti ini
1. Directress + Apparatus --> tentang directress yang less word dan apparatus yang digunakan dalam kegiatan Montessori
2. Kegiatan Montessori --> secara umum
3. Kurikulum Montessori (Exercise of Practical Life, Sensory Area, Language Area, Mathematic Area, Science and Culture Area)
Harap maklum kalau pemisahan tanya jawabnya agak kurang sesuai yaa. Oiaa info narasumbernya yang sudah dengan senang hati membagi ilmunya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan monggo disimak dulu.
Narasumber
:
Nafila
Rahmawati
IG
: @nafilandscape, @khayli_montessory
Sumber Bacaan :
1. Modul Workshop Montessori At Home,
Rumah Aruna
2. The Absorbent Mind, Maria Montessori
3. Metode Pengajaran Montessori Tingkat
Dasar, David Gettman
Cuuus langsung ke tanya jawab yaa. Keep Learning!!
Note:
P = Penanya
N = Narasumber
DIRECTRESS + APPARATUS
P : Oya Mbak Nafilla.. tentang
less words ini hanya berlaku ketika proses pembelajaran kah? Out of topic yaa.
Bagaimana kalo anaknya memukul teman, menyakiti, membuat tidak nyaman. Langsung
dibenerin boleh kan? Suka gemes kalau nemuin momen kaya gitu. Sibling oh
Sibling
N : Untuk less words sejauh yang
aku pelajari memang untuk presentasi kegiatan Montessori saja. Karena anak
lebih mudah menyerap informasi lewat memperhatikan gerakan kita. Kalau sudah
terendus aroma violence atau berebut, biasanya directress akan mengarahkan anak-anak
lagi dengan kata-kata. Kalau mereka masih lanjut berebut, angkat mainannya dan
kembalikan ke tempatnya dulu. Dan sebisa mungkin menasihati anak dengan kata
positif, tidak perlu menggunakan kata “kamu nakal” dan labeling lain yang
menjatuhkan
P : Mbak Naf Tanya.. kalau alas
kerja Montessori ada ketentuannya kah mbak? Posisi duduk yang baik seperti apa
ketika melakukan kegiatan?
N : Untuk alas kerja biasanya
disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan yang digunakan anak. Kalau sekiranya
kegiatannya seperti menggunting atau pouring bisa pakai alas kerja yang kecil
aja. Nah beda kalau kegiatannya semacam pakai long red rods atau semisal
membuat adonan. Alas kerja yang dipakai lebih besar buat memfasilitasi anak. Oh
ya, ukuran alas kerja cukup mempertimbangkan kegiatan anak saja yaa. Anak nggak
perlu dihitung sebagai komponen yang butuh masuk alas kerja. Hihihi….
Kalau untuk posisi duduk, mentor aku dulu selalu menyarankan dan
mengingatkan banget agar anak duduk posisi bersila
Kenapa ?
1. Posisi bersila baik untuk
perkembangan postur tubuh. Sementara posisi duduk anak yang biasanya kakinya
bentuk huruf W, akan berpengaruh ke tulangnya. Bersila akan melatih anak duduk
tegak juga.
2. Dengan duduk bersila, anak akan
lebih susah kabur J. Eh tapi ini betul… Posisi W biasanya anak
lebih mudah beranjak dari duduknya. Sementara dengan posisi bersila kita bisa
memprediksi kapan anak akan melakukan gerakan dan bisa mengarahkan ulang
perhatiannya ke kegiatan. Hope it helps yaa
P : Mbak Naf… Adakah tips untuk memilihkan/membelikan
mainan untuk anak agar sesuai dengan filosofi Montessori?
N : Is it timeless? Is it versatile? – open ended. Does it grow with my
child? Is it fun without batteries? Does it encourage problem solving? Is the
material longlasting?
P : Thank you Mbak Naf.
Memilihkan mainan anak ini jadi PR tersendiri buat aku, soalnya banyak target
mainan edukasi yang dijual tapi (menurutku pribadi) agak nggak sesuai dengan
konsep Montessori. Contoh: stacking cup/menara pelangi yang kayak donat, mau ngajarin
warna tapi beda ukuran, mau ngajarin warna tapi beda ukuran, mau ngajarin
konsep besar-kecil tapi warnanya beda.
N : Naaah. You’ve got my point
Mbak. Betul, salah satunya adalah menara donat ini yang riskan gagal fokus
juga. Hehehe… Maunya mengenalkan banyak hal ke anak sekaligus tapi malah ambigu
yah. Ini tricky sekali emang karena di marketing pasti orang akan memanfaatkan
embel-embel edukasi untuk produk mereka padahal bisa jadi sustitusinya lebih
mudah didapat di sekitar kita. Untuk EPL dan sensory biasanya materialnya mudah
didapat yah, tapi untuk area bahasa, math, dan cultural perlu berkiblat sama
sekolah Montessori aja dan sedikit hack biar nggak jebol di kantong.
P: Ijin mau tanya yaa
1. Saat directress menyajikan siklus
kerja di depan anak, belum tuntas mengerjakan (misal baru tahap mengambil
alat), tiba-tiba sudah dipotong anak karena mereka sangat tertarik ingin
buru-buru melakukannya sendiri. Diijinkan? Ataukah anak harus menyaksikan
sampai tuntas? Bagaimana caranya?
2. Mengapa dalam Montessori materi
alatnya harus sungguhan berbahan gelas atau kaca?
N: Mencoba menjawab yaaa
1. Sebenarnya situasi seperti ini bisa
dihindari dari awal dengan menerapkan komunikasi efektif pada anak. Jadi, kita
sebagai directress tidak ujug-ujug membawa nampan dan presentasi di depan anak.
Ada tahapan kita menatap anak sejajar mata kita dan mengatakan pada mereka
dalam suara rendah bahwa kita akan melakukan presentasi.
Misal:
Ambil posisi di sisi tangan dominan
anak, tatap mata mereka dan rendahkan suara kita (tujuannya untuk membuat anak
lebih menyimak dan menurunkan lonjakan energy anak yang berlebih untuk bisa
fokus). “Khayli, Bunda akan tunjukkan cara bermain menuang. Tolong perhatikan
ya.”
Lakukan presentasi lalu tawarkan
pada anak apakah mau mencoba
Kondisi anak yang terburu-buru
mengambil alih presentasi memang berarti anak tertarik, tapi meskipun menganut
prinsip kebebasan, dalam Montessori ada freedom with limit dimana anak tetap
harus diarahkan dengan penuh kasih saying tentang siklus kerja.
2. Montessori memberikan anak-anak
bahan sesungguhnya yang kita gunakan sehari-hari untuk alasan berikut:
- Membiasakan
anak dengan dimensi berat, tekstur, dan genggaman nyata yang dibutuhkan dalam
kegiatan sehari-hari. Bayangkan jika anak terbiasa terlatih menuang dengan teko
plastik yang ringan tapi ternyata ketika beranjak lebih besar ia harus bisa
menuang dengan teko keramik. Pengalaman estimasi yang dia dapatkan ketika kecil
ternyata tidak berguna untuk diaplikasikan ketika ia lebih besar. Montessori
membiasakan anak dengan pengalaman nyata.
- Teori
respect for the child dalam Montessori selalu mengedepankan sikap menghargai
anak sebagai individu yang utuh. Penggunaan alat sungguhan adalah bentuk
konkrit kita memberikan kepercayaan kepada anak, bahwa anak juga mampu
mengoperasikan peralatan sebagaimana orang dewasa menggunakan. Dengan diberi
kepercayaan, anak akan tumbuh dengan karakter percaya akan kemampuan diri
sendiri dan mandiri.
P: Kalo alas kerja itu sebaiknya
polos atau bermotif?
N: Untuk alas kerja, bebas ya
Mbak. Tapi mengingat praktek Montessori lebih memfokuskan ke kegiatan dan
menghindari distraksi lain, sebaiknya memilih yang polos terutama bagi
anak-anak yang baru akan memulai berkegiatan Montessori
P : Iseng googling apparatus
Montessori untuk memperjelas fungsinya dan kemudian tercengang akan harganya. Untuk
sandpaper letter dan movable alphabet, sepertinya fungsinya mirip ya. Cuma
untuk sandpaper letter, lebih mengenalkan anak ke bentuk huruf dengan merangsang
taktil sentuhannya ya? (cmiiw). Pertanyaanya kalau aku bikin sand paper letter
diy tapi mengajarkan permainan yang biasa dilakukan di movable alphabet, bisa
nggak ya? Maksudku melakukan permainan
moveable alphabet, tapi bahannya pake SPL gitu. Over stimulasi nggak ya?
N : Apparatus yang mahal dalam
Montessori dikarenakan memang bahannya dari kayu, kaca, dan bahan lain yang menyediakan pengalaman riil kepada
anak. Selain itu, dimensi dan presisinya selalu detail sehingga mengedepankan
fungsi pembelajaran anak. SPL betul
fungsinya refining, mempertajam indera peraba anak lewat tekstur amplasnya.
Untuk menyampaikan cara menulis huruf juga ke anak lewat alur gerakan
menelusuri hurufnya. Kalau movable alphabet gunanya sudah untuk merangkai
huruf, mewujudkan kata menjadi sesuatu yang konkrit (apa yang ada di pikiran
kita bisa ditulis dan dirupakan). Menurut hematku, permainan dengan moveable
alphabet tetap menggunakan moveable alphabet Mbaa. Kalau diganti dengan SPL
dikhawatirkan anak mengamati ada jeda/celah yang cukup signifikan dari
kartu-kartu pada SPL sehingga nanti ketika menulis atau menyusun huruf, anak terbiasa
memberi jarak yang terlalu renggang.
Setiap apparatus Montessori kadang
bisa berfungsi saling melengkapi atau pengganti, tapi perlu kita perhatikan
juga unsur pembedanya sejauh apa sehingga meminimalisir distraksi pembelajaran
pada anak.
P : Kalau membuat DIY Sandpaper
Letter, pengenalan pada anaknya perlu printable pakai kertas biasa dahulu atau
langsung pakai amplas/flannel ya?
N : Untuk DIY SPL sebaiknya
selalu menggunakan kertas yang bertekstur, karena tujuan SPL memang
dititikberatkan pada tekstur yang berbeda agar anak merasakan perbedaan
teksturnya. Jika ingin tekstur yang “berasa” bisa pilih kertas amplas yang
tingkat kekerasannya medium agar tidak menggores tangan anak. Jika khawatir
pada goresan, alternatifnya pakai flannel yang lembut selama alas kain
flanelnya dibedakan juga tingkat kekasarannya agar tidak rancu dengan kain
flanelnya.
P : Mbaa Naf mau tanya mengenai
phonic. Di instagram banyak promo tentang phonic qur’an nih. Nah selain phonic
qur’an, media apa yang bisa digunakan untuk mengajarkan pra membaca pada anak?
N : Untuk phonic Al-Quran aku
sendiri belum paham isi bukunya seperti apa Mbaa. Kalau media untuk mengenalkan
bunyi huruf, bisa dicari phonic songs di youtube. Tapi kebanyakan bahasa
Inggris atau Melayu jadi nanti di-adjust aja pilihan kata dan pengucapan
hurufnya ke pengucapan bahasa Indonesia.
Media untuk belajar pra membaca pada
anak dalam Montessori, ada Sandpaper letter, moveable alphabet, dan bisa
dicombine dengan printable kartu yang berisi kata-kata pink series terlebih
dahulu.
Oh ya, untuk memulai menyusun huruf,
ajak anak menyusun namanya terlebih dahulu agar ia tertarik dan paham bahwa
namanya pun ada wujud konkritnya.
P : Halo Mbaa. Mau nanya, beli
moveable alphabet dimana ya? Adakah online shop yang direkomendasikan?
N : Halo Mbaa. Pertanyaannya aku
jawab tanpa ada sedikitpun niat endorse yaa. Hihihi…. LMA kemarin aku dapat di
IG Kayana Montessori. Selain itu, ada IG Elf and Kids. Untuk penyediaan apparatus
Montessori, jika memang bisa DIY perhatikan ukuran dan bahan, jika harus
membeli perhatikan harga karena biasanya yang jauh lebih murah ada unsur kurang
precise dalam apparatusnya.
KEGIATAN MONTESSORI
P : Disebutkan ada lima area
pembelajaran dalam Montessori, apakah dalam prakteknya dilakukan bergiliran,
atau boleh satu pembelajaran, misalnya EPL terus dalam satu periode?
N : Sebenarnya kalau dikembalikan
ke prinsip kebebasan dalam pembelajaran, anak bisa memilih apapun kegiatan basic sebelum maju ke area lain. Kenapa
basic? Dari EPL dan sensory, anak belajar mengembangkan gerakan dan kekuatan
dasar dulu seperti pincer grisp, fokus, kemampuan estimasi dll yang nantinya
akan sangat terpakai di area language, math, dan cultural. Jadi untuk anak sekitar usia 2-3 tahun
bagusnya dikuatkan di EPL sama sensory dulu. Untuk area lain boleh dikenalkan,
sifatnya selingan dan senyamannya anak.
P : Mbak Nafila, aku ada beberapa
pertanyaan yaa
1. Seperti apa praktek kegiatan
Montessori untuk learning area #5, apa seperti bermain di tempat umum yang
berbasis alam?
2. Tentang tahapan 3PL, aku beberapa
kali memberikan kegiatan pengenalan shapes dan colours ke anakku yang sekarang
usianya 13 months tapi dia kurang tertarik, baru dikenalkan satu bentuk dia
sudah kabur, yang warna juga sama begitu juga. Anehnya waktu dia mainan
sendiri, dia bisa mengelompokkan bola dengan warna yang sama, tanpa disuruh.
Kalau disuruh, dia malah rusuh mainnya dan ujung-ujungnya kabur lagi. Setiap
kegiatan yang aku sodorin nggak pernah ada yang bertahan lama, kecuali kegiatan
dry and wet pouring aja. Kalau ritmenya seperti itu berarti aku harus kembali
lagi ke periode 1 atau 2 ya sampai goal-nya tercapai?
3. Berapa kali pengulangan kegiatan
yang sama dalam satu hari? Anakku tipe yang cepat bosan dengan satu kegiatan
jadi dalam sehari dia bisa random cari kegiatan ini itu. Kadang invitation play
yang aku sediakan malah tidak disentuh sama sekali, dan aku sering kehabisan
ide mau kasih kegiatan apa lagi yang bikin dia tertarik. Aku takut hari-hari
anakku terbuang sia-sia karena aku kurang menstimulasi dia.
N : Aku coba bantu sepengetahuan
aku yaa
1. Maksudnya learning area yang
cultural kah mbak? Ini bisa anak diajak eksplor langsung ke alam, bagus malah J. Untuk sekolah Montessori sendiri
ada beberapa alat yang digunakan buat menghadirkan sisi kehidupan meskipun by
indoor.
2. Untuk anak usia setahun, nikmati
saja prosesnya ya Mbaa J Bisa jadi anak masih menikmati proses
eksplorasi mandirinya. Pengenalan shapes and colours sendiri sudah masuk area
bahasa sebetulnya. Bisa jadi kita sebagai Directress butuh untuk mundur dan
mengulang di EPL dan persering Sensory
play-nya dulu. Diferensiasi warna pada anak bisa dilatih lewat sensory play yap
3. Tidak perlu takut anak kurang
stimulasi kok Mba. Selama kita membiarkan mereka bermain dan mengeksplorasi
secara aman J
Anak di bawah usia 2 tahun tetap akan
terstimulasi selama inderawi mereka aktif karena mereka belajar lewat sensory
yaa.. Tetap sediakan aktivitas yang sesuai dengan usia dan ketertarikan mereka.
P : Jadi pengen anakku cepet
sekolah deh kalo gini J Nah ini anakku udah aku ajarin tentang shapes
and colours lewat buku juga Mbak, mulai yang board book sampai sounds book,
tapi jatuhnya malah jadi first word. Dia nggak fokus sama apa yang aku
sampaikan. Pas dikasih lihat bentuk heart warna pink, dia ngehnya malah
warnanya. Kalau lihat bentuk “heart” dia bilang “pink”. Giliran dikasih lihat
barang-barang warna pink dia fokusnya nyebutin nama-nama barangnya. Apa aku
yang salah ngajarin ya?
N : Eitss, kadang cepet sekolah
juga bukan solusi untuk kebutuhan anak mbak. Hihihih… Bisa jadi ini masuk
bahasan over stimulasi karena anak salah menangkap apa yang ingin kita
sampaikan. Itulah kenapa, setiap apparatus Montessori stansdar dibuat dalam
warna, bentuk, dan bahan sederhana. Karena Montessori ingin menyampaikan inti
pembelajaran pada anak tanpa banyak distraksi
P : Mbak Naf, saya belum pernah
benar-benar menstimulasi anak sampai diniatin gitu sampai bikin kurikulum
seperti orang lain. Saya hanya
membiarkan anak saya main apapun yang dia mau sambil saya temani kapanpun dan
dimanapun. Saya juga sering mengajak anak melakukan aktifitas sehari-hari mulai
dari melipat selimut sampai cuci piring. Pertanyaannya saya salah nggak ya Mbak? Apa nantinya anak saya jadi anak yang
kurang stimulasi? Sementara ini saya ngeliat tumbangnya cuma dari kpsp.. anak
saya laki-laki 2 tahun 4 bulan
N : Untuk kurikulum sih fleksibel yah, mau pakai yang mana dan menganut
sejauh apa. Tapi patokan official milestone anak kurang lebih kita kembalikan
ke KPSP lebih baik. Tapi memang usia dua tahun up, dimana anak sudah mendekati
usia masuk sekolah sebaiknya kita persiapkan anak dengan kegiatan yang lebih
terstruktur dan terencana tanpa memberatkan anak (dalam arti tidak memaksa).
Jangan sampai nanti ujug-ujug kita menyekolahkan anak dan berharap mereka
lancar memegang pensil, baca tulis, atau betah dengan kegiatan belajar tanpa
pernah kita perantarai lebih dulu untuk menyukai kegiatan yang membutuhkan
fokus dan keterampilan motoric halus. Anak suka bermain, kita temani itu bagus.
Tapi alangkah akan lebih bagus lagi kalau kita mengarahkan anak ke jenis
kegiatan yang menstimulasi diri anak
P : Dalam sehari, kira-kira ada
berapa banyak stimulasi yang diberikan kepada Khayli? Terus, Khayli pernah
nggak mood nggak sih? Kalau iya, apa yang akan mbak lakukan? Break atau
membacakan buku saja?
N : Sehari biasanya aku fokus
satu kegiatan Montessori Mbak, tapi ada scope dan sequence-nya. Misal menuang,
aku mulai dari menuang kering, lalu menuang basah jug to jug, jug to two
identical glass, lalu naik ke jug to glass with limit. Atau kalau meronce, dari
tusukan meronce lidi dulu ke pipe cleaner lalu ke benang. Intinya bertahap
derajat kesulitannya.
Ini biasanya bisa makan waktu satu jam lebih dengan pengulangan, dan
catatan anaknya tetap ditawari apakah masih tertarik melanjutkan aktivitasnya
atau mau udahan.
In case of “nggak mood” ya akunya yang harus legowo mengganti jadwal.
Body language anak pasti kelihatan mulai malas atau bosan, biasanya malah
gelendotan atau mulai nggak fokus dan kualitas kerjanya menurun.
Kalau nggak mood-nya di tengah aktivitas, tinggalkan aktivitasnya sambil
sounding “kalau nanti Khayli kepengen main lagi, bilang Bunda ya.”
Aktivitas penggantinya ya bermain bebas, sambil beberapa menit kemudian
ditawari lagi alternatif penggantinya. Usahakan punya back up plan yang lebih
menarik dari aktivitas pertama. Baca buku termasuk kegiatan break kami juga kok
P : Kalo untuk anak umur 8 bulan
apa yang bisa distimulasi? Dari umur 0 tahun saya bacanya seperti apa yang
harus dilakukan
N : Montessori memang jenis kegiatan yang ditujukan untuk anak dua tahun
ke atas Mbak. Mengingat orientasi kegiatannya untuk mengembangkan kemandirian
dan rasa percaya diri anak. Untuk kegiatan Montessori bagi usia di bawah 2 tahun, kebetulan saya
belum mempelajari secara khusus. Sepengetahuan saya biasanya pada usia sebelum
2 tahun anak perlu diperkaya stimulasi motorik kasar dan stimulasi inderawinya.
Di salah satu sekolah Montessori
yang pernah saya kunjungi, anak di bawah usia 2 tahun difokuskan pada latihan
bergerak untuk mensupport movement mereka di rentang selanjutnya.
Terkait cara membacakan buku untuk
anak under 2 tahun sebenarnya justru jauh lebih mudah ketimbang membacakan buku
untuk balita karena gerakan mereka masih terbatas dan mudah tertarik dengan
visual, audio atau ekspresi pendongeng yang menarik. Sedikit tips dari saya,
jangan membacakan buku dengan cara “textbook”. Serap inti ceritanya dan
sampaikan dengan bahasa sederhana, intonasi yang naik turun, ekspresi berubah
dan libatkan anak dalam kegiatan membacanya. Ajak mereka menunjuk objek dan
mengucapkan dengan jelas (pelankan gerakan mulut kita).
Pahami apa kesukaan anak lalu
leburkan hal kesukaan mereka dalam buku yang kita bacakan. Vice versa, pilih
buku yang sekiranya menarik perhatian anak lalu bawakan dengan cara yang paling
menyenangkan. Sebagaimana proses dalam Montessori, tidak perlu terburu dengan
hasilnya. Dalam hal ini, ekspektasi kita agar anak suka buku. Nikmati dulu dan
jalani prosesnya. Karena sebaiknya, anak bukan hanya diarahkan untuk suka buku
melainkan suka membaca (yang akan mengantarkan mereka pada integritas untuk
selalu mengcross-check kevalidan dan kesahihan materi yang mereka baca, tidak
hanya sekedar buku)
P : Mbak Naf, mau tanya nih.
Untuk anak usia 40 bulan itu baiknya arah Montessori lebih ke sensory play atau
pretend play ya? Selama ini saya memberikan kegiatan bermain antara lain DIY
playdough dari bahan tepung, DIY slime dari bahan lem, DIY kinetic sand,
belajar mixing colours dari bahan pewarna makanan. Anaknya happy and enjoy it.
Nah ternyata kemarin saya iseng-iseng coba mengulang lagi kegiatan sederhana:
memindahkan bersa ke wadah pakai sendok, memindahkan air pakai pipet dan
anaknya kurang interest. She looks boring. Apa ada yang salah ya? Selanjutnya
kegiatan yang perlu dilakukan seperti apa ya? Apa masih ditelateni untuk
kegiatan dasar atau bisa digabungkan dengan kegiatan DIY yang lain?
N : Halo Mbak. 40 bulan sekitar 3
tahun yah. Usia yang pas untuk dikenalkan EPL dan sensory dari Montessory.
Sedikit mengingatkan kembali bahwa tujuan pendidikan adalah membuat anak merasa
nyaman dan senang selama mereka menjalani proses pembelajaran. Ada banyak
sekali jalan menuju Roma, demikian pula banyaknya jalan menuju tujuan
pendidikan. Montessori hanya bagian dari cabang jalan tersebut, satu pilihan
metode yang memberikan guidance dan tuntunan kepada praktisi pendidikan dengan
cara konvensional namun tepat guna.
Jika dirasakan bahwa anak Mba selama
ini sudah bisa menyerap pembelajaran melalui metode pilihan materi yang
disediakan di rumah, berarti pembelajaran yang disediakan sudah memenuhi
prinsip “berpihak kepada anak” dalam artian anak bisa menikmati. Namun perlu
dikembalikan kembali ke fungsi pembelajarannya, apakah anak sekedar menikmati
dan have fun atau juga menyerap intisari dan maksud dari pembelajaran yang
diberikan.
Kenapa Montessori mengembalikan
cara-cara yang agak kuno dan terkesan kurang menarik, karena yang ditekankan
dari kegiatannya adalah keterampilannya.
Untuk kegiatan DIY playdough, slime,
dan kinetic sand sebetulnya juga masuk ke area sensory Montessori. Anak
dipersilakan mengeksplor variasi tekstur. Jika memang ditemui kondisi anak
nampaknya kurang menikmati EPL yang sederhana, bisa dicoba dengan meng-combine
EPL dan sensory play.
Memindah beras bisa coba divariasi
dengan beras yang sudah diberi pewarna, begitupun dengan air divariasi dengan
air berwarna atau bahkan variasi jenis cairan (susu, minyak, dsb). Kebanyakan
anak memang lebih tertarik dengan sensory play karena sifat permainannya yang
lebih dinamis. Namun, orang tua harus kembali mengingat manfaat dari kegiatan
yang dilakukan anak apakah hanya untuk kepuasan sementara atau kemandirian
jangka panjang.
Anak kita memang bukan milik kita,
namun tugas kita mempersiapkan mereka dengan bekal kemandirian sebanyak yang
kita bisa. Semangat ya Mba
P : Kalau berkegiatan dengan
kardus (membuat mainan dari kardus) apa masuk ke dalam lingkup Montessori ya?
Soalnya saya masih agak rancu contoh-contoh kegiatan Montessori seperti apa
saja
N : Nah kalau membuat mainan dari kardus dicek lagi aja, yang banyak menginisiasi
gerakan membuat pola, menggunting, dan sebagainya apakah anaknya atau ibunya.
Untuk berkegiatan yang dikategorikan masuk dalam lingkup Montessori kurang
lebih mengandung unsur sebagai berikut:
-
Satu
stimulasi pada satu waktu dalam pilihan 5 area kurikulum Montessori (kasus unik
untuk EPL yang dicombine dengan sensory play tadi ya, karena tujuan pertamanya
menarik minat anak dulu)
-
Kegiatan
mengandung pesan respect for the child, memposisikan anak terlebih dahulu bahwa
mereka bisa
-
Menggunakan
peralatan sungguhan yang kita pakai sehari-hari
-
Kegiatan
menyediakan control of error sehingga ketika anak melakukan kesalahan, anak
dapat langsung menyadarinya
-
Kegiatan
menstimulasi anak untuk mencari problem solving
P : Mau nanya Mba. Aku sudah punya
dua anak 4,5y sama 29 bulan, masih newbie banget di Montessori. Sebaiknya
dilakukan bersama-sama apa sendiri-sendiri? Terus, kan si kakak belum pernah
ketemu sama Montessori sama sekali. Apa jenis kegiatannya sama dengan adik?
Minta saran ya Mbak untuk kegiatan pertama ini mesti ngapain duluan
N : Halo Mba. Dua anak yang
jaraknya nggak terlalu jauh bisa dibarengin kok Mbak mainnya. Kalau dirasa si
Kakak sudah cukup bagus EPL dan sensory-nya, bisa masuk ke area bahasa dan
matematika untuk persiapan masuk TK. Kalau kakak dirasa masih perlu bermain di
area motorik halus, bisa barengan adik main EPL (menjimpit, meronce, menuang,
dan sebagainya). Biasanya kalau yang lebih tua main bareng yang lebih muda,
mereka lebih cepat menguasai materi dan tergerak membantu yang lebih muda.
Di sekolah Montessori sendiri
biasanya kelas anak usia 3-6 tahun akan dicampur buat memfasilitasi interaksi
nyata antara yang senior dan junior.
P : Kalau waktu kegiatannya
sendiri ada waktu khusus nggak mbak? Apa anak boleh main semau anaknya? Anakku
kalau mau main waktunya random, apalagi kalo ada mainan baru. Misal aku kasih
kegiatan pakai pompom, nah hampIr setiap waktu minta main terus, padahal aku
juga harus mengerjakan kerjaan rumah yang lain. Akhirnya berantakalah itu
pompom
N : Justru sensitive period
seperti ini yang harus dimaksimalkan betul karena dengan memanfaatkan sensitive
period, anak dapat menyerap pembelajaran tanpa ada rasa terpaksa. Temukan
jadwal harian di rumah kapan sekiranya anak dalam kondisi fresh dan tidak
mengantuk untuk bermain (misal) pompom dengan terarah sehingga anak dapat
menyimak rules permainan dan menerapkan sesuai arahan. Sebaiknya memang orang
tua menemani dan menyediakan variasi bermain pompom agar anak tidak bermain
random. Ragam permainan pompom sendiri bisa dikumpulkan dari pinterest lalu
disesuaikan dengan metode Montessori apa yang ingin dipakai di rumah. Intinya,
sebisa mungkin ketika anak sedang gandrung mengeskplor sesuatu, sediakan diri
kita untuk ada sebagai tour guide anak.
Tetap perhatikan batasan untuk kebutuhan biologis anak seperti makan dan
tidur yaa. Untuk alokasi mengerjakan pekerjaan domestic, coba dirembug lagi
bersama suami untuk berbagi tugas mengingat fungsi utama Ibu di rumah salah
satunya adalah juga sebagai ummu madrasatul ula
P : Berarti sehari-harinya kita
memang harus punya jadwal kegiatan rutin bersama anak ya Mbaa untuk menerapkan
filosofi Montessori ini? Nggak bisa random gitu ya
N : Betul Mbaa. Lebih baik punya
jadwal teratur karena memang anak punya sensitivity to order. Peka terhadap
keteraturan. Sehingga tubuh mereka paham kapan waktunya makan, belajar, dan lain-lain.
P : Soal social activity anak ada dalam
kurikulum Montessori kah? Seperti berempati kepada orang lain. Masuk ke tata
krama kah? Kalo ada dalam kegiatan Montessori, seperti apa ya mbak prakteknya
ala Montessori ini
N : Betul,
berempati bisa include dalam social relations dan tata krama. Inti dari
berempati adalah kemampuan merasakan dan mendengarkan apa yang terjadi di luar
entititas tubuh kita. Dalam Montessori, kemampuan seperti ini dikembangkan
lewat permainan Silence Game. Anak diajak untuk menenangkan diri, diam
bergeming tanpa suara tujuannya untuk menyadari bahwa ada banyak suara yang
tidak mereka sadari sebelumnya. Menciptakan keheningan mengasah intuisi anak
bahwa ketika mereka mencoba “mentiadakan dirinya”, mereka bisa menemukan
persepsi lain di luar diri mereka. Ada suara burung, gemuruh angin, bunyi
pesawat di kejauhan, dll. Perlahan anak merasa dia adalah bagian dari jagat
raya yang luas beserta isinya. Silence game secara tidak langsung mendorong
anak untuk turut andil dalam upaya komunitas, observasi yang lebih dalam atas
hal-hal yang terjadi di dalam maupun di luar diri anak yang sebelumnya kurang
disadari.
P : Mbaa.. Kegiatan montessori apa
yang bisa saya lakukan untuk bayi di usia 11 bulan?
N : Montessori basicly
mengedepankan keaktifan anak usia 2 tahun ke atas untuk mewujudkan kemandirian
mereka. Untuk anak usia 1 tahun ke bawah, yang perlu dilakukan orang tua yang
ingin memulai Montessori adalah memberi ruang yang aman dan nyaman kepada bayi
untuk membantu mereka “menopang” tubuh mereka sendiri.
Memberi ruang dalam arti fisik dan
mental. Fisik berarti menyediakan tempat dan fasilitas yang explorable (misal
kamar bayi dengan filosofi Montessori dimana alat bermain bayi diletakkan pada
jangkauan bayi). Mental berarti orang tua memberi kesempatan pada bayi untuk
mengeksplor dunia barunya tanpa sedikit-sedikit merasa khawatir.
Untuk kegiatan atau jenis permainan,
bisa disediakan jenis permainan yang berulang untuk melatih intuisi repetisi
anak (memasukkan bola kecil ke dalam lubang), mencocokkan puzzle geometri
dengan knob atau memasukkan ring ke tangkai kayu (untuk melatih koordinasi mata
dan tangan)
EXERCISE OF PRACTICAL LIFE
P : Nah… kalau anak gandrung
dalam satu hal… seni… Bagaimana kita mengimbangi agar anak juga tidak
tertinggal di dalam hal di luar seni seperti pelajaran membaca, dll?
N : Tetap dikenalkan mba. Apalagi
kalau di sekolah konvensional, pasti banyak pelajaran yang musti diserap anak.
Ketika anak sedang “on fire” untuk hal yang dia sukai, maksimalkan dan sediakan
batasan waktu sambil diberi pengertian kalau mereka tetap butuh mempelajari
area lain. Untuk itulah di Montessori juga dikenalkan banyak area kepada anak
meskipun bertahap. Anak usia 2-3 tahun biasanya disediakan aktivitas Exercise
of Practical Life dan Sensory lebih dulu karena ini basic dari kegiatan lain.
Setelah lebih besar, mereka dikenalkan dengan area bahasa, budaya, dan
matematika dengan cara ala Montessori juga. Jadi, InsyaAllah tidak memberatkan.
P : Aku beberapa kali coba
praktekkan practical life skills ala Montessori. Aku kasih kesempatan untuk
mencuci tangan sendiri, pakai baju sendiri, atau kadang membantu menjemur
pakaian. Anakku saat diarahkan justru ngambek dan tidak mau melanjutkan
tugasnya. Dan itu terjadi berkali-kali. Akhirnya setiap dia ingin melakukan
sendiri aku diamkan dulu baru setelah itu dipuji dan aku ucapkan terima kasih.
N : Waah ini sebenarnya udah
baguuus pisan Mbak. Aqilla sudah tau bagaimana mengorganisasi dirinya sendiri.
Dia hanya perlu mencontoh visual tanpa perlu banyak arahan. Sebetulnya
Directress (guru) dalam Montessori juga metode pengajarannya akan sangat less
words. Mereka lebih mengarahkan anak dengan mengajak anak untuk memperhatikan
ketimbang dengan arahan kata-kata. Ketika anak melakukan kesalahan, kita cukup
diam selama mereka belum mengisyaratkan meminta bantuan. Berterima kasih pada
anak yang telah mencoba itu pun titik penting karena kita menghargai usaha
anak. Untuk hasil akhirnya, tentu nggak perlu sesuai standar dewasa J
Dengan
berjalannya waktu mereka akan tahu dan mengorganisasi diri mereka sendiri untuk
melakukan yang betul, selama terus kita damping dan diberi contoh berulang yang
benar.
P : Terima kasih banyak atas
pencerahannya Mba Nafilla J. Alhamdulillah berarti sudah di koridor yang
benar yaa. Karena aku pikIr ketika dia tidak mau diarahkan, dia tidak akan tahu
mana yang salah dan mana yang betul. Ternyata memang dalam Montessori metode
pengajarannya memang less words.
N : Sebetulnya right at the
moment anak melakukan kesalahan, yang peru kita lakukan adalah menunggu bukan
terburu-buru untuk langsung interupsi karena menyela anak berakibat pada
turunnya kepercayaan diri mereka melakukan sesuatu. Kalau memang harus diberi
arahan yang membutuhkan petunjuk by words, bisa nanti kita tambahkan di akhir
kegiatan jadi nggak akan mengganggu konsentrasi anak.
P : Kalau setelah selesai anak
tidak mau membereskan harus gimana Mbak Naf?
N : Nah, anak yang nggak mau
membereskan mainan ini banyak faktor. Bisa jadi kita sebagai orang tua
menjadikan aktivitas membereskan mainan sebagai ritual instruktif tanpa kita
sendiri mau terlibat, atau bahkan tone suaranya high pitch (been there). Anak bisa diajak membereskan alat kerja
dengan bernyanyi, sambil nanti terus kita contohkan kalau membereskan mainan
itu sepaket dengan kegiatan bermain.
P : Anak saya 5y11m pincer
crispnya masih belum bagus. Kalau memegang pensil butuh kekuatan besar untuk
Mbak. Bagusnya EPLnya apa ya Mbak?
N : Sedikit koreksi, pincer grisp
mungkin yang dimaksud ya… EPL pada dasarnya kegiatan yang menguatkan pincer
grisp, sehingga butuh diulang secara kontinyu. Bisa ditelateni kembali kegiatan
menuang dengan genggaman yang tepat, meronce, dan mencapit dengan capitan
(besar maupun kecil) pada benda-benda yang teksturnya licin, serta mentransfer
air ke wadah menggunakan spons. Intinya repetisi dan komitmen untuk kontinyu
melakukan EPL secara bertahap yaa. Good luck Mba
P : Mba Naf, ada urutan EPL kah?
Maksudnya apakah menuang dulu, atau meronce dulu, atau bebas?
N : Halo Mba. Untuk EPL sejauh
aku membaca nggak ada urutan harus yang mana dulu. Terutama untuk kegiatan
menuang, meronce, menjimpit mereka satu level untuk menguatkan pincer grisp.
Cuma yang harus diperhatikan memang scope and sequence-nya. Jadi menyediakan
level kesuliatan untuk menantang anak perlu kita mulai dari yang paling mudah
dulu agar anak tidak terlanjur cranky dan ngambek karena merasa kesulitan. Selamat
mencoba yaa
P : Kalo EPL-nya dikombinasikan
boleh yaa untuk anak umur 4 tahun. Misal: menjepit huruf yang dia tahu. Untuk
anak seusia itu tidak termasuk over stimulant kah?
N : Sebetulnya ukuran anak
overstimulasi adalah per kasus ya, jadi akan beda tiap anak. Overstimulasi
sendiri terjadi jika ada tumpukan kualitas yang harus dibedakan anak dalam
kegiatannya. Misal: balok geometri warna-warni, anak terkadang bingung untuk
mengklasifikasi berdasar apa. Untuk kegiatan EPL berupa menjepit varian huruf
yang dipakai sebagai apparatus area Bahasa, aku rasa yang demikian tidak
termasuk overstimulasi.
P : Bagaimana ya caranya membuat
anak saya (2,5 tahun) tertarik bermain
(menjumput, menjepit, dll) sesuai dengan arahan? Dia malah lebih suka
explore sendiri
N : Anak biasanya tidak atau
belum tertarik dengan kegiatan sederhana dalam EPL karena sudah terbiasa
menemukan kegiatan lain yang sifatnya “lebih menarik” di kesehariannya. Bisa
disiasati dengan cara berikut
1. Sementara menyimpan dulu pilihan
mainan/kegiatan yang sekiranya terlalu atraktif
2. Menyediakan aktivitas menjimpit,
mencapit, menuang dengan ditata pada display yang mudah terlihat dan dijangkau
anak secara mandiri (letakkan di rak yang sejajar dengan jangkauan anak)
3. Ajak anak dalam keadaan yang nyaman
ketika kita melakukan presentasi. Minta anak untuk menunggu hingga kita selesai
presentasi baru persilakan anak untuk mencoba. Lakukan berulang
Anak aku pun pernah dalam tahap
nggak mau diarahkan, mogok ataupun ingin eksplor sendiri Mbaa. Montessori
menghargai antusiasme anak, sehingga ketika mereka punya gaya lain, beri ruang
pada mereka untuk eksplorasi sendiri. Tapi sebagai directress, kita perlu
mengarahkan anak kembali.
Ulang kembali di lain waktu dengan
mencoba tiga step di atas ya… Good Luck!
SENSORY AREA
P : Di modul ada persepsi gradasi
melalui cylinder knob. Berarti dalam hal ini cylinder yang dipakai memiliki
variasi warna ya Mbaa? Atau hanya ada warna dasar (merah-kuning-biru) lalu kira
mengajak anak untuk mencoba mixing colours supaya didapat beberapa warna
sekunder?
N : Gradasi dalam knobbed cylinder
yang dimaksud adalah gradasi dimensi, bukan warna. Ada empat balok berbeda
untuk tatakannya, keempatnya berbeda dalam bentuk tebal, tipis, tinggi, rendah.
Inilah yang menjadi gradasi persepsi yang dipelajari anak.
LANGUAGE AREA
P : Dalam Montessori, idealnya
buat ngenalin membaca kepada anak umur berapa ya?
N : Oke. Banyak orang tua biasanya tergesa-gesa mebuat anak ingin lekas
bisa membaca. Ini tuntutan social juga karena SD kebanyakan harus bisa baca yaa
J.
Kalau mengajarkan membaca definisinya adalah menggeja, maka ada tahapan dulu
nanti setelah anak dirasa cukup baik dalam EPL dan Sensory, baru bisa masuk ke
area bahasa. “Ideal mengenalkan membaca”, ini pertanyaan agak susah, karena
nggak bisa digeneralisir mengingat konsep dasar Montessori yang menganut
pembelajaran individu bagi anak. Jadi, tiap anak akan mempunyai timingnya
sendiri. Bisa dikembalikan lagi ke Sensitive Period, ketika respon anak
antusias waktu kita kenalkan huruf, nanti bisa maju ke belajar membaca ala
Montessori.
P : Anak saya laki-laki 4,5 tahun.
Secara keseharian dia termasuk anak yang banyak bicara, hanya dia ada kesulitas
saat menirukan ucapan yang agak susah. Ini terjadi saat belajar doa/surat
pendek. Terkadang satu ayat (Al-Ikhlas), saya mengulang sampai lebih dari 25
kali dan dia masih belum lancar terbalik-balik. Sekarang kalau bilang kata “terserah”
bilangnya “seterah”. Montessori seperti apa untuk kasus seperti ini.
N : Sejauh yang saya pelajari,
Montessori mengenalkan bahasa Ibu terlebih dahulu baru beranjak ke bahasa lain
saat anak sudah melewati Green Series. Tapi memang dikembalikan lagi ke value
tiap keluarga dalam mengajarkan huruf hijaiyah dan pelafalannya. Penyebab anak
salah menirukan ucapan perlu dicari root problem-nya. Bisa jadi anak salah
mengucapkan karena memang menghafal dan kapasitas hafalannya belum terbiasa
untuk yang panjang. Kadang masalahnya bukan pada seberapa sering kita
memperdengarkan pada anak, tapi sebagaimana efektif kualitas penyampaian kita
pada anak. Ini tentunya butuh koreksi pribadi.
Untuk anak auditori, mungkin akan
lebih mudah menyerap hanya lewat indera pendengaran mereka. Namun, anak tipe
pembelajar yang lainnya membutuhkan pendekatan yang berbeda agar suatu
informasi terekam dengan baik.
Pembelajaran bicara terjadi melalui
kegiatan menyimak gerakan bibir ketimbang mendengar. Sehingga mengajarkan anak
pelafalan, diasarankan mengulang per kata sejelas mungkin dalam ritme yang
lambat. Bisa juga dicoba anak dikenalkan dengan Sandpaper Letter khusus huruf Hijaiyah
dengan artikulasi pengucapan yang tepat lebih dahulu sebelum dikenalkan
langsung ke tahap menghafal Surah.
P : Saya mau menanyakan mengenai
pernyataan bahwa dibuat untuk suka membaca bukan hanya suka buku. Yang ingin
saya tanyakan, selama ini saya mengenalkan buku pada putri saya mulai usia 12
bulan (mungkin termasuk kategori terlambat ya). Awalnya saya hanya berfikiran
untuk membuat anak saya “interest sama buku” dulu baru nanti lama-lama akan
suka membaca karena di usia itu masih komunikasi satu arah. Berarti saya salah
persepsi dong ya
N : It doesn’t matter Mbaa. Kalau
aku bilang bukan salah persepsi, hanya butuh ekstensi persepsi. Hehehe… Membuat
anak suka buku adalah pintu pembuka membuat anak suka membaca, InsyaAllah.
Karena membacanya anak yang sudah terbiasa dengan buku dari kecil, termasuk
juga membaca gambar, simbol, lambing yang akan menstimulasi mereka untuk
mendeskripsikan jauh dari tekstual buku.
Pun aktivitas membaca sebetulnya
nanti akan lahir dari banyak arah. Saya ingat ketika kecil, suka sekali membaca
papan nama di jalanan dan nama warung untuk men-challenge kecepatan mengeja
dengan laju kendaraan. Suka membaca tidak harus selalu lahir dari buku, buku
hanya salah satu media mayornya. Justru anak akan overwhelmed kalau pada
saatnya dia bisa membedakan huruf lalu langsung disodori buku cerita.
Beda kasus kalau bukunya model Oxford
Reading Tree yang memberi level pada pembaca baru. Membuat anak suka membaca
adalah dengan mengajak mereka masuk ke serunya mengeksplor per huruf, per kata,
menemukan makna dan realita bendanya lalu menggabungkannya menjadi satu
pemikiran utuh.
Montessori mengajak kita directress,
untuk menghadirkan kualitas di atas objektivisasi. Sehingga dalam literasi,
anak kita ajak untuk suka membaca lewat pengalaman bertahap tidak hanya
merendahkan aktivitasnya menjadi sebatas suka objek buku.
P : Mbaa mau tanya mengenai
pengajaran mengenal huruf pada anak. Selama ini saya mengenalkan angka dengan
cara menghafal 1-10, lalu dilanjutkan dengan belajar menulis angka (menulis
pada garis putus-putus). Nah ternyata ini cara konvensional yaa. Yang ingin
saya tanyakan, bagaimana cara saya mengenalkan alphabet pada anak usia 40
bulan? Putri saya ini belum terlalu hafal abcd (kecuali dengan menyanyi). Apa
perlu diajarkan cara menulis dulu seperti metode Montessori?
N : Iya Mbaa, yang sudah
diterapkan adalah metode konvensional seperti yang dilakukan di kebanyakan PAUD
atau TK. Mengenalkan alphabet bisa dimulai dengan Sandpaper Letter. Tidak perlu
berurutan abjadnya karena kita tidak sedang membuat anak menghafal. Lewat
Sandpaper Letter, anak diajak mengeksplor betul sensasi setiap hurufnya.
Konkrit, anak tahu bagaimana
produksi bentuk dan bunyi dari huruf secara nyata karena anak tidak menghafal.
Yang sering membuat anak bingung adalah metode konvensional menyajikan
pendekatan pembelajaran yang abstrak, anak tidak bisa mengalami sendiri dengan
panca inderanya sehingga otak tidak merekam dengan baik.
P : Mba... Maaf sandpaper letter
ini gimana ya metodenya? Kalau diajarkan menulisnya dengan menulis di atas
garis putus-putus itu juga termasuk metode konvesional kah?
N : Sandpaper letter dipakainya
dengan cara menggerakkan jemari (terutama ujung jari telunjuk) ke huruf
amplasnya Mbaa, sehingga jari anak merasakan perbedaan tekstur, merasakan
lekukan dan sudut tiap huruf dan secara otomatis sudah belajar cara menulis huruf
tanpa harus melewati latihan dengan garis putus-putus.
MATHEMATICS AREA
P : Mbak Naf, untuk yang aspek
mathematics ini, ada rekomendasi kah anak mulai diajar menghitung usia berapa?
Misal kaya membaca gitu kan sebaiknya di atas 7 tahun. Kalo berhitung gimana
ya Mbak Naf?
N : Kalau di Montessori
sepemahamanku, kegiatannya nggak ada patokan usia Mbak. Cuma ya memang anak
dikuatkan dulu basic EPL dan sensory-nya. Kalau membaca, di Montessori pun
stepnya Cuma pink series, red series, lalu green series. Kalau menghitung,
dimulainya dari pengenalan bentuk angka dulu pakai sandpaper number. Jadi anak
mengenal angka dan bentuknya dulu baru ke kuantitas. Yang bikin matematika jadi
momok seringkali kan anak belum selesai memahami konkritnya lalu sudah masuk ke
abstrak hitungan. Nah kalau Montessori mengenalkan matematika dari wujud
angkanya dulu baru nanti ke kuantitas hitung sederhana seperti spindel box.
P : Untuk pengenalan matematika kelompok
dua, jika kita pakai apparatus beads material, bagaimana cara membedakan antara
penyebut dan pembilang? Apa dibedakan warna beadsnya atau bagaimana ya Mba?
N : Di
kelompok dua, anak belum dikenalkan pada penyebut dan pembilang Mbaa. Kalaupun
bermain pecahan, anak baru sebatas menggunakan puzzle pecahan yang berbentuk
lingkaran. Untuk operasi pecahan sendiri sudah masuk di operasi aritmatika di
kelompok 4, sehingga nantinya anak akan dikenalkan pada proses pembagian
melalui papan dan diagram pembagian.
SCIENCE AND CULTURAL AREA
P : Bisa minta contoh DIY yang bisa
digunakan untuk materi history Mba?
N : Untuk
DIY history, yang paling mudah adalah menggunakan printable. Bisa kita comot
satu foto tertentu untuk kita tempelkan pada Peg Board, misal foto kelahiran
anak. Kemudian kita tulis di bawahnya tanggal, waktu untuk kemudian kita
narasikan kepada anak.
Comments
Post a Comment