Renungan Kloset
Obrolan suatu siang di kantor yang berawal dari puisi Hujan di Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, tiba-tiba memunculkan ingatan saya tentang kumpulan puisi karya Rieke Diah Pitaloka yang berjudul Renungan Kloset. Buku ini tidak sengaja saya temukan di perpustakaan kota Malang saat saya masih duduk di bangku SMA. Judul bukunya yang menarik yang akhirnya membuat saya membaca buku ini.
Just info, Puskot Malang cukup lengkap menyediakan buku-buku terbaru lho. Buku-buku perkuliahan juga lumayan. Saya sering pinjem novel, buku kuliah, maupun buku keahlian dan hobi yang ingin kita geluti.
Just info, Puskot Malang cukup lengkap menyediakan buku-buku terbaru lho. Buku-buku perkuliahan juga lumayan. Saya sering pinjem novel, buku kuliah, maupun buku keahlian dan hobi yang ingin kita geluti.
Oke, kembali ke buku kumpulan puisi mbak Rieke ini. Saya suka dengan buku kumpulan puisi ini (*sebenarnya saya lupa puisi lain selain puisi Renungan Kloset) mungkin karena kumpulan puisi ini menggunakan bahasa paling lugas dibandingkan kumpulan puisi yang pernah saya baca sebelumnya, seperti Kahlil Gibran misalnya, atau Sapardi Djoko Damono. Kemampuan otak saya yang minim lebih mudah mencerna puisi-puisi dari Mbak Rieke ini :p.
Sejujurnya saya lupa puisi-puisi lain yang ada di buku ini, tetapi saya paling suka puisi dia yang berjudul Renungan Kloset, sesuai dengan judul buku kumpulan puisinya
RENUNGAN KLOSET
Ada baiknya,
tak mencatat hidup
dalam lembar-lembar buku harian
Suatu masa,
jika membacanya lagi
manis, membuat kita ingin kembali
pahit, membuat duka tak bisa lupa
Ada baiknya,
merenung hidup
dalam kloset yang sepi
Tak perlu malu
mengenang, tersenyum atau menangis
Setelah itu,
siram semua
bersiap menerima makanan baru
yang lebih baik dari kemarin
Yogya, 01102001
Ada baiknya,
tak mencatat hidup
dalam lembar-lembar buku harian
Suatu masa,
jika membacanya lagi
manis, membuat kita ingin kembali
pahit, membuat duka tak bisa lupa
Ada baiknya,
merenung hidup
dalam kloset yang sepi
Tak perlu malu
mengenang, tersenyum atau menangis
Setelah itu,
siram semua
bersiap menerima makanan baru
yang lebih baik dari kemarin
Yogya, 01102001
Merenung hidup dalam kloset yang sepi, setelah itu siram semuanya. Seperti itulah jika ada masalah yang datang, jangan simpan terlalu lama di hati. Selesaikan secepatnya dan siap menghadapi hari yang lebih baik :))
Ada beberapa puisi lain yang ada di dalam buku ini *saya ambil dari beberapa blog
Maaf, aku tidak bisa menulis banyak,
tintaku habis,
semalam kugores langit
dengan namamu…
Semenjak kutahu ada Tuhan,
Kucari diri-Mu berpuluh tahun perjalanan hidupku
kusebut asma-Mu, kulafadzkan desah-Mu dalam doa-doa panjang yang khusuk
namun lidahku semakin kelu, hatiku semakin kaku
Kutuntaskan kitab-Mu berulangkali, namun tak kutangkap jua makna-Mu
kukunjungi beribu tempat suci, namun tak pernah kurasakan keagungan-Mu
Rasanya cukup sudah pencarianku,
aku sudah lelah
Hari ini,
saat aku memutuskan meninggalkan-Mu,
seorang bocah pengemis di kereta Bogor-Gambir, menyapaku dalam harap,
Kuberikan seratus rupiah kumal dari sakuku,
‘Alhamdulillah!’ katanya tulus dengan tatap penuh kasih
Mulutku serasa dibimbing untuk berucap,
‘Alhamdulillah, segala puji bagi Allah…’
Begitulah secuplik puisi dari buku Kumpulan Puisi pertama karya Rieke Dyah Pitaloka. Bisalah dibuat bahan bacaan saat sedang bersantai
Haii mbak tupiiil...salam blogger. Selamat merenung hahaha
ReplyDeletePuisi yg Maaf itu bagus :3
haloo dika..salam blogger
Deleteemang bagus euy puisinya